REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surplus neraca perdagangan disebut menjadi penopang menguatnya nilai tukar (kurs) rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober mencapai 3,5 miliar dolar AS.
"Data ini menyebabkan rupiah terapresiasi signifikan terhadap dolar AS," kata Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, Kamis (16/11/2023).
Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober menunjukkan surplus yang lebih besar dari konsensus yang memperkirakan sebesar 2,9 miliar dolar AS dan sedikit melebihi surplus pada September sebesar 3,4 miliar dolar AS.
Keberhasilan yang berkelanjutan ini memperpanjang surplus perdagangan Indonesia hingga mencapai 42 bulan yang mengesankan. Meskipun terjadi penurunan dibandingkan tahun lalu, surplus kumulatif selama 10 bulan tahun ini mencapai 31,2 miliar dolar AS.
"Ini menunjukkan tingkat surplus yang kuat," kata Rully.
Penguatan mata uang garuda juga ditopang melemahnya greenback menyusul laporan inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan. Pada perdagangan kemarin, rupiah pun berhasil menguat 1,0 persen menjadi Rp 15.535 terhadap dolar AS.
Selain itu, indeks dolar AS anjlok ke level 104,05, turun di bawah level 105 untuk pertama kalinya dalam dua bulan. Menurut Rully, data ini menunjukkan ekspektasi tidak adanya kenaikan suku bunga kebijakan lebih lanjut oleh The Fed.
Rully memperkirakan rupiah akan stabil pada level saat ini hingga akhir tahun, dengan ekspektasi pada akhir tahun sebesar Rp 15.525 terhadap dolar AS. Proyeksi ini didukung oleh surplus perdagangan yang kuat dan prospek kebijakan suku bunga AS yang lebih pasti.
"Kami tetap yakin akan kemungkinan surplus perdagangan bulanan yang berkelanjutan sepanjang tahun depan, yang berpotensi memperkuat kekuatan rupiah di masa depan," ujar Rully.