Rabu 15 Nov 2023 20:49 WIB

Ketua Aprindo: Aksi Boikot Produk Berpotensi Sebabkan PHK

Boikot membuat barang yang ada di ritel menumpuk dan berdampak ke produsen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan aksi boikot produk pro Israel yang tengah dilakukan masyarakat bisa berdampak terhadap pengurangan karyawan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Itu karena adanya penurunan produktivitas barang.

"Akan (ada PHK), saya masih bilang akan. Jadi sekarang beberapa produsen mulai eskalasi nih, berapa lama ini kejadiannya (pemboikotan), karena mereka kan produksi setiap hari," ujar Roy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Baca Juga

Ia menjelaskan, jika boikot terus terjadi, otomatis produknya tidak dibeli, sehingga perusahaan ritel pun tidak membeli dari produsen. Maka, produsen pun akan mengurangi produksinya.

"Teman-teman kalau pernah ke produsen itu ada yang namanya conveyor belt yg bawa barang, baru kirim ke ritel. Begitu ini barang mau dikirim ke ritel, ritel bilang masih ada stoknya, enggak dibeli soalnya, kurangi dulu kirimnya, otomatis ujungnya bahan baku juga disetop dulu," jelasnya.

Jika itu terus terjadi, kata dia, lama-kelamaan tenaga kerja di bagian hulu akan dikurangi, karena produksi hilirnya belum jalan. Meski begitu, ujar Roy, sampai sekarang Aprindo belum menerima laporan soal adanya PHK.

Roy memperkirakan, aksi boikot produk terafiliasi Israel berpotensi menurunkan konsumsi belanja masyarakat hingga empat persen. "Kalau angka, kira-kira pendekatan yang secara umum sekitar tiga hingga empat persen penurunan konsumsi belanja masyarakat untuk daerah-daerah tertentu, belum seluruh daerah," tutur dia.

Ia meminta pemerintah hadir di tengah maraknya ajakan pemboikotan ini. Ia menilai, pemerintah harus hadir dalam membaca atau melihat situasi dan kondisi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement