Kamis 09 Nov 2023 09:49 WIB

Nantikan Data Ekonomi Asia, IHSG Bergerak Optimistis

Investor memprediksi inflasi China akan turun tipis di Oktober.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi berbalik arah ke zona hijau pada Kamis (9/11/2023). Di awal perdagangan, IHSG sempat dibuka melemah, tapi sesaat kemudian berhasil naik ke level 6.813,71

Peluang penguatan sejalan dengan indeks saham Asia yang cenderung menguat pagi ini. "Indeks Asia menguat menjelang rilis sejumlah data ekonomi dari kawasan Asia," kata Phillip Sekuritas Indonesia dalam ulasannya.

Baca Juga

Pelaku pasar menantikan data inflasi (CPI dan PPI) China, neraca berjalan Jepang, pertumbuhan ekonomi Filipina pada kuartal III 2023 dan data penjualan ritel Indonesia. Investor memprediksi inflasi China akan turun tipis di Oktober setelah tidak tumbuh pada bulan sebelumnya.

Indeks saham utama di Wall Street semalam melanjutkan pergerakan naiknya. Sementara imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun turun lebih dari enam basis poin menjadi 4,51 persen.

Peringatan dari sejumlah pejabat tinggi bank sentral AS Federal Reserve yang terkenal berpandangan tegas (hawkish) telah mengurangi rasa optimisme di pasar bahwa kenaikan suku bunga acuan telah mencapai puncaknya.

Dalam beberapa hari terakhir sejumlah pejabat tinggi Federal Reserve telah memberi komentar yang mengindikasi pintu untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut masih terbuka lebar sehingga menciptakan ketidakpastian di kalangan investor.

Di pasar komoditas, harga minyak mentah turun hampir tiga persen ke level terendah dalam lebih dari tiga bulan. Pergerakan harga minyak tertekan oleh kekhawatiran mengenai lemahnya permintaan di AS dan China.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement