REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federal Reserve, mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25 persen-5,50 persen. Kebijakan moneter terbaru dari bank sentral AS tersebut membuat nilai tukar (kurs) dolar AS berada dalam tekanan.
"Dolar AS dalam tekanan turun setelah pengumuman kebijakan moneter terbaru Bank Sentral AS dini hari tadi," kata Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra saat dihubungi, Kamis (2/11/2023).
Dilansir Bloomberg, kurs dolar AS terhadap rupiah melemah sebesar 0,52 persen. Dengan demikian, kurs rupiah menguat ke level 15.852 per dolar AS. Imbal hasil (Yield) surat utang pemerintah AS pun mengalami penurunan. Obligasi betenor 10 tahun turun ke level 4,7 persen dari sebelumnya di level 4,9 persen.
Menurut Arsiton, sikap bank sentral AS yang tidak terlalu hawkish terhadap kebijakan suku bunga tinggi di masa yang akan datang mendorong pelemahan dolar AS tersebut. Pelaku pasar menilai The Fed mulai bersikap dovish.
The Fed memang mengingatkan bahwa belum ada keinginan memangkas suku bunga acuan AS dan masih membuka opsi kenaikan suku bunga di rapat yang akan datang. Namun, pernyataan The Fed ini bukanlah hal baru untuk pasar.
Hasil The Fed ini untuk sementara dimanfaatkan pelaku pasar untuk masuk kembali ke aset berisiko dengan kenaikan indeks saham AS semalam dan Asia pagi. Ariston melihat, hal tersebut berpotensi mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini.
"Potensi penguatan ke arah Rp 15.850-Rp 15.830 dengan potensi resisten di kisaran Rp 15.950," ujar Ariston.