Rabu 01 Nov 2023 21:13 WIB

Ada Aturan Tahan Devisa Ekspor, Menperin: Bisa Bantu Hilirisasi

Indonesia memiliki potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri.

Menteri Perindustrian (Menperin) RI Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah).
Foto: ANTARA/HO-Humas Unand.
Menteri Perindustrian (Menperin) RI Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA) turut mendukung kebijakan hilirisasi industri.

"Dengan menjadikan industri sebagai penggerak utama hilirisasi SDA, selain adanya nilai tambah sebuah komoditas, hilirisasi juga menyediakan lapangan kerja, memberikan peluang usaha dan memperkuat struktur industri," kata Agus dalam keterangan di Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Baca Juga

Devisa hasil ekspor dari sumber daya alam (DHE SDA) adalah devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan SDA. Komoditas yang dikenakan wajib DHE SDA yaitu produk dari hasil barang ekspor sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

"Sama seperti aturan sebelumnya, dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, eksportir SDA tetap diwajibkan untuk memasukkan DHE SDA ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI)," jelas Agus.

Namun, dalam aturan pembaharuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 itu, transaksi eksportir mengalami perubahan. Bagi eksportir yang memiliki komoditas dengan nilai ekspor lebih dari 250.000 dolar AS, wajib menempatkannya pada bank khusus atau LPEI dengan jumlah paling sedikit 30 persen selama minimal tiga bulan.

Dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, terdapat penambahan komoditas hilirisasi sebanyak 260 pos tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023. Penempatan nilai ekspor atas DHE SDA memiliki potensi pemanfaatan mencapai 69,5 persen dari total ekspor atau setara 203 miliar dolar AS, sehingga Indonesia memiliki potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri melalui instrumen penempatan DHE SDA.

Menperin menambahkan jika sebelumnya eksportir hanya mendapatkan insentif pajak penghasilan dari dana DHE SDA yang ditempatkan di deposito, maka dengan PP yang baru selain insentif pajak penghasilan, eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik dan dapat diberikan insentif lain oleh K/L atau otoritas terkait.

"Selanjutnya, bagi eksportir yang tidak memenuhi kewajiban DHE SDA akan dikenakan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan ekspor," ujarnya.

Saat ini, beberapa negara sudah melakukan praktik penempatan DHE SDA. Di Malaysia, eksportir diberikan kewajiban untuk menempatkan DHE ke perbankan domestik paling lambat enam bulan setelah tanggal ekspor.

Sedangkan, Thailand mewajibkan devisa masuk ke perbankan domestik paling lambat satu tahun setelah transaksi ekspor dan wajib ditempatkan selama 120 hari, dan jika ditransaksikan diperlukan persetujuan dari bank komersial domestik. Sementara itu, India memberikan jangka waktu penempatan ke rekening domestik paling lambat 9-15 bulan.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Eko SA Cahyanto menambahkan dalam kondisi perekonomian global yang cenderung melemah saat ini, penguatan cadangan devisa menjadi kebijakan yang perlu diambil.

Apalagi, imbas dari perang Rusia-Ukraina yang berlarut-larut semakin mempengaruhi ekonomi global. "Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam optimalisasi pemanfaatan SDA untuk masyarakat, melalui PP ini, pemerintah berkomitmen mendorong pembiayaan investasi dan modal kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam kemakmuran rakyat," kata Eko.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement