REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) menilai, fenomena penutupan layanan pinjaman online menjadi perhatian penting terutama dari aspek kemampuan dan kapasitas kreditur. Hal ini menyusul diberikannya sanksi pembatasan kegiatan usaha tertentu kepada PT Akulaku Finance Indonesia, akibat tidak melaksanakan pengawasan yang diminta oleh regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ekonom Core, Yusuf Rendy, mengatakan, penutupan sementara Akulaku Finance Indonesia sudah didasarkan atas pemeriksaan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
“Artinya para pelaku ini tentu harus punya kapasitas untuk mengetahui calon nasabah mereka. Apakah kemudian nasabah ini berpotensi untuk menunggak pembayaran atau tidak,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (31/10/2023).
Rendy menyebut, mekanisme untuk mengetahui calon pengguna atau konsumen perlu dikembangkan secara lebih detail oleh para pelaku fintech yang ingin menjalankan layanan paylater.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi pembatasan kegiatan usaha tertentu kepada PT Akulaku Finance Indonesia. Hal ini disebabkan Akulaku Finance Indonesia tidak melaksanakan tindak pengawasan yang diminta oleh regulator yakni OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Keuangan Jasa Keuangan OJK Agusman mengatakan Akulaku Finance Indonesia tidak melaksanakan tindakan pengawasan untuk memperbaiki proses bisnis penyaluran pembiayaan buy now pay later yang meliputi aspek manajemen risiko, tata kelola perusahaan secara baik, dan manajemen risiko teknologi informasi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
“Akulaku dilarang melakukan kegiatan usaha penyaluran pembiayaan baik kepada debitur existing maupun debitur baru dengan skema buy now pay later atau pembiayaan serupa, termasuk penyaluran pembiayaan yang dilakukan melalui skema channeling maupun joint financing,” ujarnya.