REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian global masih menjadi faktor penekan pergerakan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. Di sisi lain, harga emas menguat karena investor mengalihkan asetnya ke instrumen safe haven saat kekhawatiran pasar meningkat.
Rupiah masih bergerak melemah di sekitaran level Rp 15.900 terhadap dolar AS di pekan kemarin. "Ini mengindikasikan peluang pelemahan rupiah masih terbuka, demikian juga potensi pelemahan ke area Rp 16.000," kata Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra, Senin (30/10/2023).
Menurut Ariston, ekonomi AS yang masih solid dengan PDB kuartal III yang pertumbuhannya jauh di atas kuartal II membuka peluang bank sentral AS Federal Reserve untuk menaikkan lagi suku bunganya. The Fed berpeluang mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama untuk meredam inflasi yang belum turun ke target dua persen.
Pekan ini, the Fed akan memberikan keputusan mengenai kebijakan suku bunga yang baru. Pasar masih berekspektasi tingkat suku bunga masih ditahan di level yang sama. Para pejabat the Fed menilai tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi sudah membantu menahan laju kenaikan harga-harga.
Selain itu, pasar juga masih mempertimbangkan isu perlambatan ekonomi global. Data-data ekonomi dari Eropa seperti data inflasi dan PDB serta data dari China yaitu indeks aktivitas manufaktur akan memberikan gambaran mengenai perlambatan ekonomi global tersebut.
"Isu pelambatan ekonomi global ini bisa menekan harga aset berisiko seperti rupiah," kata Ariston.
Selain itu, konflik geopolitik di Timur Tengah masih menjadi perhatian pelaku pasar. Naiknya harga emas spot ke atas kisaran psikologis 2.000 per troy ons menunjukkan investor menghindari risiko karena ekskalasi isu tersebut. Pelaku pasar pun bisa beralih ke dollar AS sebagai aset aman.