REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan penyebab semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ia menyebut, pelemahan rupiah tersebut merupakan dampak dari kondisi global, salah satunya yakni inflasi yang tinggi di Amerika dan kondisi ekonomi yang masih cukup kuat.
"Mereka memberikan signal atau dibaca oleh market bahwa higher for longer akan terjadi dan ini yang menyebabkan banyak terjadinya capital flowing back ke AS," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, dikutip pada Selasa (24/10/2023).
Menurutnya, kondisi tersebut juga menyebabkan dolar index menguat di angka 106. Padahal sebelumnya, lanjut Menkeu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dolar index berada di angka 93.
"Berarti dolar menguat secara global," tambah dia.
Karena itu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan akan terus melakukan sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal sehingga dampak dari kondisi di Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri bisa dimitigasi dan diminimalkan.
"Kita akan terus menyinkronkan kebijakan moneter dan fiskal agar dalam situasi di mana pemacunya adalah negara seperti AS, dampaknya bisa kita mitigasi dan kita minimalkan baik terhadap nilai tukar, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan. Itu akan terus kita lakukan secara insentif," ungkap dia.
Nilai tukar rupiah (kurs) diproyeksi akan melanjutkan pelemahannya dalam jangka pendek. Pada perdagangan Senin pagi (23/10/2023), mata uang garuda sudah mendekati level Rp 16.000 atau tepatnya berada di posisi Rp 15.909.