REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 983 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana per Oktober 2023. Adapun jumlah ini mengalami peningkatkan dibandingkan tahun sebelumnya pada 2022 sebanyak 918 perusahaan dan 2021 sebanyak 855 perusahaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan ada peningkatan jumlah perusahaan bursa saham secara signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. "Per 16 Oktober 2023, jumlah emiten dan perusahaan publik sudah mencapai 983 perusahaan. Jadi perkembangannya ini sangat pesat sekali," ujarnya di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Menurut dia, peningkatan jumlah emiten itu sejalan dengan pengawasan dari setiap komite audit masing-masing perusahaan. Adanya pengawasan dari komite audit, diharapkan mampu menopang kinerja perusahaan.
"Namun demikian, dalam perkembangannya ke depan masih diperlukan evaluasi dari sisi kompetensi dan substansi pelaksanaan tugas dari komite audit. Evaluasi terhadap hal tersebut menjadi penting dna merupakan kewajiban dari masing-masing emiten dan perusahaan publik," ucapnya.
Sebagai perannya terhadap pengawasan kinerja perusahaan, Inarno menitikberatkan pemilihan dari komite audit. Menurutnya, anggota komite audit yang bisa menjamin kinerja perusahaan.
"Pemilihan anggota komite audit jadi kunci yang sangat penting. Dengan pertimbangan bahwa anggota komite audit nantinya harus mampu memberikan kontribusi pada pengembangan dan pengawasan tata kelola emiten dan perusahaan publik," ucapnya.
Inarno menyebut eksistensi komite audit yang kredibel di pasar modal menjadi suatu yang penting karena komite audit punya peran signifikan dan merupakan, salah satu fondasi utama dari pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik emiten dan perusahaan publik.
"Komite audit harus memastikan laporan tersebut tidak hanya akurat tetapi juga transparan serta diaudit oleh akuntan yang direkomendasikan oleh komite audit," ucapnya.
Sementara itu Ketua Dewan Pengurus Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) Chandra Marta Hamzah menambahkan saat ini perlu adanya peningkatan kompetensi komite audit guna memperkuat stabilitas perusahaan di Indonesia.
"Harusnya komite audit bisa melakukan deteksi dini terhadap risiko yang ada. Harusnya kejadian fraud itu tidak ada kalau komite audit bisa melakukan analisa bahwa ada titik-titik rawan dalam business process," ucapnya.
Dia menganjurkan agar komite audit mulai dipilih melalui proses seleksi yang sesuai dengan standar. Dalam lingkup badan usaha milik negara (BUMN), penerapan audit yang efektif tidak hanya dilakukan untuk industri perbankan, melainkan non-perbankan juga perlu adanya pengawasan melalui komite audit sebagai instrumen pembantu tugas dewan komisaris.
Hal itu mengacu pada Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan Badan Usaha Milik Negara yang mewajibkan setiap perusahaan melakukan identifikasi risiko.
"Jadi, seluruh BUMN akan dipaksa melakukan itu, yang selama ini hanya terjadi di dunia perbankan. Nah, dewan komisaris BUMN yang nonperbankan itu seharusnya dengan adanya komite audit (jadi) terbantu karena komite audit sudah dilatih,” ucapnya.