REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki berupaya mengurangi jumlah impor garam terutama untuk kebutuhan industri dengan memperbaiki sistem produksi garam oleh petani melalui Rumah Produksi Bersama Pengolahan Garam.
"Garam kita mayoritas impor yang garam konsumsi setahun Rp 600 ribu ton tapi yang kita impor garam untuk industri itu antara 2,1 juta–2,3 juta ton. Artinya kalau nanti produksi garam petani ini sudah bisa dipastikan kualitas, kuantitas dan kontinuitas, sebenarnya ini juga nanti akan mempengaruhi kebijakan impor garamnya," kata Teten saat meninjau pembangunan Rumah Produksi Bersama di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Kamis (19/10/2023).
Teten menuturkan Rumah Produksi Bersama (RPB) yang menggunakan teknologi modern merupakan bagian dari program industrialisasi hilirisasi produk-produk unggulan nasional. Sebanyak delapan RPB dijadikan sebagai pilot project dengan komoditas yang disesuaikan keunggulan daerah masing-masing.
Melalui kehadiran RPB Pengolahan Garam di Sulawesi Selatan tersebut diharapkan para UMKM mempunyai produk yang berkualitas dan tidak lagi sekedar menghasilkan krosok. RPB dengan areal produksi garam seluas 817 ha itu ditargetkan mampu menyasar segmentasi konsumen berupa 80 persen konsumen garam industri dan 20 persen konsumen garam konsumsi.
"Kami ingin produk-produk UMKM itu juga punya standar industri kualitasnya. Pabrik yang di bangun bisa digunakan bersama sama makanya kita namakan Rumah Produksi Bersama," ucapnya.
Selain memperbaiki sistem produksi, Teten mengatakan bahwa RPB Pengolahan Garam juga digunakan untuk mengembangkan bisnis garam melalui koperasi. Nantinya, koperasi akan menyerap dan mengolah langsung hasil panen garam kemudian memasarkannya langsung ke konsumen tanpa harus melewati proses perdagangan yang panjang sehingga mampu menekan ongkos produksi.
"Ini pekerjaan dari koperasi untuk bisa mencari off-taker-nya. Apakah bisa langsung menyuplai barang konsumsi misalnya ke supermarket modern atau ke pabrikan yang membutuhkan garam. Jadi tidak lagi lewat tengkulak, sehingga harganya bisa dinikmati oleh petani," ucapnya.
Teten pun mencontohkan salah satu koperasi yang mampu menyejahterakan anggotanya adalah koperasi sayur mayur di Ciwidey, Jawa Barat yang membeli langsung hasil panen petani dengan tunai untuk kemudian dipasarkan ke supermarket modern Superindo. Dikarenakan kualitas panen petani terus meningkat, permintaan sayur meningkat dari 8 ton per hari menjadi 80 ton per hari.
"Jadi itu tata kelola dan tata niaga, jalannya dirapikan lewat koperasi. Cuma harus disiplin para petaninya tidak boleh lagi ada jual eceran. Kalau begitu, kita tidak bisa membangun sistem jadi harus lewat koperasi dan koperasinya harus transparan dan bisa dipercaya oleh para petani," kata dia.