Senin 16 Oct 2023 20:39 WIB

Guru Besar IPB Nilai Pangan Lokal Jawaban Bangun Kedaulatan Pangan

Masyarakat Indonesia masih cenderung mengonsumsi pangan lokal sebagai camilan.

Deretan lansekap tanaman pangan milik kelompok tani saat Festival Pangan Lokal Yogyakarta 2023 di Yogyakarta, Jumat (18/8/2023). Pemkot Yogyakarta kembali menggelar Festival Pangan Lokal untuk menggabungkan ketahanan pangan masyarakat. Beberapa lansekap berisi tanaman pangan milik kelompok tani milik warga di Kota Yogyakarta. Selain itu, juga ada bazar kuliner tradisional dan tanaman hias.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Deretan lansekap tanaman pangan milik kelompok tani saat Festival Pangan Lokal Yogyakarta 2023 di Yogyakarta, Jumat (18/8/2023). Pemkot Yogyakarta kembali menggelar Festival Pangan Lokal untuk menggabungkan ketahanan pangan masyarakat. Beberapa lansekap berisi tanaman pangan milik kelompok tani milik warga di Kota Yogyakarta. Selain itu, juga ada bazar kuliner tradisional dan tanaman hias.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS., menyampaikan bahwa pangan lokal merupakan jawaban bagi Indonesia dalam membangun kedaulatan pangan.

“Jadi, kita tidak lagi bicara potensi (pangan lokal dalam kedaulatan dan ketahanan pangan). Itu (pangan lokal) justru jawaban bagaimana kita bisa berdaulat pangan,” ujar Andreas saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin (16/10/2023).

Baca Juga

Meskipun begitu, kata dia melanjutkan, masyarakat di Tanah Air belum sepenuhnya mengonsumsi pangan lokal sebagai pangan pokok. Menurut dia, masyarakat cenderung mengonsumsi pangan lokal sebagai camilan.

Andreas mengatakan masyarakat Indonesia justru menggunakan gandum yang diperoleh dari impor sebagai pangan pokok.

“Penggunaan pangan lokal sebatas camilan, umbi-umbian singkong, ataupun yang lain dijadikan camilan, bukan pangan pokok. Di Papua, dulu sagu sebagai pangan pokok, sekarang sudah enggak ada,” kata pengamat pertanian itu.

Oleh karena itu, menurut Andreas, ke depannya perlu ada political will atau kemauan politik dari pembuat kebijakan dalam mendorong penggunaan pangan lokal sebagai pangan pokok. Contohnya, pemerintah dapat membuat kebijakan optimalisasi anggaran seperti di Kementerian Pertanian untuk pengembangan produk pangan lokal.

Dia menekankan sudah saatnya pengembangan pangan lokal tidak hanya sebatas wacana ataupun kampanye dan tindakan seremonial seperti menanam padi dan sorgum.

Sementara itu, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi berpendapat untuk membangun kedaulatan dan ketahanan pangan di Indonesia, pemerintah perlu mendorong produktivitas pengolahan pangan lokal dengan mengedepankan pemakaian bibit unggul dan teknologi pertanian.

Dia mencontohkan melalui pemanfaatan teknologi pertanian, pangan lokal Indonesia, yakni singkong dapat diolah menjadi pangan bergizi tinggi seperti tepung modified cassava flour (mocaf).

Sejalan dengan itu, Azizah pun merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia membuka diri terhadap investasi dan membuat regulasi yang memfasilitasi investasi di bidang pertanian itu demi mempercepat adopsi teknologi pertanian di Indonesia.

“Harapannya, adopsi teknologi sebagai salah satu cara meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia," kata Azizah.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement