REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menegaskan ia tidak akan segan atau kasihan bila harus "membunuh" para agen atau pangkalan elpiji yang kerap tidak patuh dalam menaati aturan harga elpiji bersubsidi.
Ahok mendapatkan banyak pengaduan warga di pedesaan di mana harga elpiji bersubsidi mahal bahkan sampai Rp 50 ribu per tabung. Menurut Ahok, hal ini harus ditindak karena hanya akan menyusahkan masyarakat.
"Kalau saya setop (pasokan elpiji ke desa), ada juga yang bilang, itu akan membunuh agen dan pangkalan. Saya setuju untuk "membunuh" mereka. Kalau "membunuh" itu bisa mengurangi kejahatan lebih besar, saya lakukan. Kalau bahasa agama itu membuat keputusan yang diukur. Manfaat atau mudharat yang lebih besar," kata Ahok saat peluncuran Sistem Bukittinggi Hebat dan meluncurkan Kartu Bukittinggi Hebat di rumah dinas Wali Kota Bukittinggi, Senin (9/10/2023).
Ahok menjelaskan tujuan Pertamina diberikan tugas subsidi tidak lain untuk menolong masyarakat ekonomi kelas bawah. Selain itu juga untuk mencegah terjadinya inflasi. Tapi kenyataan di lapangan menurut Ahok, subsidi yang diberikan pemerintah justru dipermainkan oleh tingkat agen dan pangkalan yang tetap menjual elpiji bersubsidi dengan harga tinggi.
"Mereka jual dengan harga tinggi alasannya Pertamina tidak ada gas. Itu bohong. Karena barang semua dikirim ke desa, dan di sana sudah ada tengkulak. Dan mereka tidak peduli HET. Lempar alasan kemana-mana," ucap Ahok.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menambahkan sebelum ia masuk Pertamina, subsidi untuk elpiji adalah Rp 72 triliun. Tahun ini kata dia subsidi untuk elpiji sudah Rp 117 triliun. Tahun depan, lanjut Ahok, bisa jadi jumlahnya akan naik lagi karena sebenarnya harga elpiji mengalami kenaikan.
"Tahun depan, jumlah gasnya dibilang bisa sama. Pasti naik ini. Harga naik, mungkin bisa jadi Rp 120 triliun, Rp 130 triliun. Jumlah elpiji naik sebetulnya," kata Ahok menambahkan.