Ahad 24 Sep 2023 08:45 WIB

Harga Minyak Merangkak Naik, Pemerintah Segera Bahas Lagi Pembatasan Pertalite

Pemerintah ingin Pertalite hanya dikonsumei oleh kalangan masyarakat menengah bawah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petugas mengisi bahan bakar minyak jenis Pertalite di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Kamis (29/9/2022). Pemerintah segera membahas kembali pembatasan pertalite.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Petugas mengisi bahan bakar minyak jenis Pertalite di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Kamis (29/9/2022). Pemerintah segera membahas kembali pembatasan pertalite.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal kembali membahas dan mematangkan rencana pengaturan penjualan BBM Pertalite, menyusul tren harga minyak dunia yang mulai merangkak naik. Pemerintah ingin agar Pertalite hanya dikonsumei oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah sehingga tepat sasaran. 

“Kita mau bahas lagi, kita mau angkat lagi dengan Bu Menkeu (Sri Mulyani) dengan Pak Menteri BUMN (Erick Thohir). Kita bahas, kita matangkan,” kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif di Badung, Bali, Jumat (22/9/2023). 

Baca Juga

Untuk diketahui, Pertalite bukan merupakan BBM bersubsidi seperti Solar dan Minyak Tanah. Sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2022, Pertalite masuk jenis BBM khusus penugasan atau JBKP.

Namun, pemerintah menyiapkan dana kompensasi bagi Pertamina untuk menebus pembayaran bila terjadi kenaikan harga minyak dunia. Itu sebabnya. dibandingkan BBM non subsidi lain, harga Pertalite dapat dijaga oleh Pertamina yang saat ini dipertahankan di level Rp 10 ribu per liter. 

Arifin menyampaikan, harga minyak dunia saat ini kembali naik ke level 93-94 dolar AS per barel. Tingginya harga minyak dunia tentu akan dirasakan masyarakat umum sebagai pengguna karena penyesuaian harga BBM.

Alhasil, kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina juga bisa bertambah sebab pemerintah juga tak ingin BUMN merugi. Adapun BBM non subsidi lainnya, seperti Pertamax cs bisa mengalami perubahan setiap bulannya sesuai tren minyak dunia. 

“Itulah dampaknya. Sekarang kan belum diatur, yang harus pakai Pertamax siapa sih? Pertalite siapa sih? Masak duitnya banyak boleh pakai Pertalite? Tidak fair dong. Jadi itu juga kita lihat lagi,” ujar dia. 

Selain itu, Arifin menyebut, jenis kendaraan juga bisa menjadi tolok ukur. Tentu saja, kendaraan yang masuk kategori semestinya dilarang menggunakan Pertalite atau BBM subsidi lainnya. 

Meski demikian, ia belum dapat memastikan kapan pembatasan Pertalite itu akan direalisasikan. Kebijakan tersebut juga erat kaitannya dengan Revisi Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang tak kunjung usai. 

Ia pun tak ingin berandai-andai soal apakah dampak kenaikan harga minyak dunia saat ini akan berpengaruh besar terhadap keuangan negara. Arifin mengatakan, pemerintah akan terus menghitung pengaruh tren harga minyak dunia terhadap harga BBM di dalam negeri. 

“Nanti dihitung saja, misal satu dolar (kenaikan) berapa dampaknya ke Pertalite, lalu ke Solar dan Minyak tanah, LPG,” katanya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement