Senin 11 Sep 2023 10:03 WIB

CEO Vale Indonesia Sampaikan Tiga Isu di Forum ISF

Tiga isu penting tersebut menjadi tantangan bagi PTVI

CEO PTVI Febriany Eddy saat tampil menjadi pembicara dalam Forum internasional soal keberlanjutan Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 bertajuk Sustainable Mining of Critical Minerals to Bolster Decarbonization,
Foto: istimewa
CEO PTVI Febriany Eddy saat tampil menjadi pembicara dalam Forum internasional soal keberlanjutan Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 bertajuk Sustainable Mining of Critical Minerals to Bolster Decarbonization,

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Bagi PT Vale Indonesia (PTVI), sustainability atau keberlanjutan bukan hanya sebagai program atau inisiatif, melainkan sudah menjadi bagian penting dari perusahaan. Karena itu, apa yang dilakukan oleh perusahaan, baik dalam bentuk kebijakan maupun program, aspek keberlanjutan serta dampaknya selalu menjadi pertimbangan. 

“Sustainaibility telah menjadi bagian dari nilai-nilai perusahaan, tujuan dan perilaku.” Demikian dikatakan CEO PTVI Febriany Eddy saat tampil menjadi pembicara dalam Forum internasional soal keberlanjutan Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 bertajuk Sustainable Mining of Critical Minerals to Bolster Decarbonization, dalam keterangan persnya, Kamis (7/9/2023). 

Baca Juga

Febri mengatakan saat ini dalam aspek lingkungan industri ekstraktif terdapat tiga isu penting yaitu deforestrasi, emisi karbon, dan keaneragaman hayati atau biodiversity. Tiga isu penting tersebut menjadi tantangan bagi PTVI lantaran area operasionalnya berada di wilayah yang kaya keaneragaman hayati dan garis Wallace. Terlebih, dari wilayah konsensi pertambangan seluas 118 ribu hektar, hanya 48% yang bisa ditambang. Dan dari 48% area yang bisa di tambang, 90% merupakan hutan lindung. 

“Jadi bisa dibayangkan tantangan yang kami hadapi, bekerja di wilayah kerja yang 90% merupakan hutan lindung dan sangat kaya akan keanekaragaman hayati,” tutur Febri.

Dengan kondisi seperti itu, PTVI telah melakukan beberapa inisiatif strategis seperti aktif melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara progresif. Targetnya, 70% lahan akan direklamasi hingga tahun 2025. Dalam hal ini, kata Febri, PTVI mengedepankan perencanaan terpadu pertambangan, mulai membuka tambang sampai menutup tambang di waktu yang sama. 

Jika berkesempatan ke lokasi penambangan Vale, kata dia, bisa dilihat penambangan dan reklamasi berjalan beriringan tanpa menunggu area pertambang tutup. Febri juga menyampaikan beberapa komitmen nyata Vale Indonesia mengawal biodiversity seperti inventarisasi seluruh keanekaragaman hayati sebelum eksplorasi serta program peningkatan kualitas di dekat area pertambangan seperti di Danau Matano.

Tidak hanya soal lingkungan, Febri juga menyampaikan komitmen PTVI dalam aspek sosial. Menurutnya, aspek sosial merupakan sebuah peluang, bukan tantangan. Pasalnya, banyak area pertambangan berada di wilayah terpencil dengan infrastruktur yang terbatas. Perusahaan pertambangan bisa berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, mempromosikan lapangan kerja lokal, kontraktor lokal, dan juga pengembangan masyarakat.

PTVI berkomitmen menyerap tenaga kerja lokal sebagai bentuk nilai tambah keberadaan perusahaan untuk masyarakat di sekitar wilayah operasional. Dalam lima dekade terakhir, PTVI sudah membuktikan dengan memperkerjakan 99,9% orang Indonesia, 80% lahir di Sulawesi, dan 44% lahir di Luwu Timur, kabupaten tempat PTVI beroperasi.” Jadi ini bukti komitmen kami untuk mengembangkan talenta lokal,” ungkap Febri. 

Lebih lanjut Febri mengatakan saat ini, di pihak kontraktor, 90% spending PTVI didukung oleh kontraktor nasional dan lokal. Untuk pengembangan masyarakat, Febri menjelaskan pengembangan masyarakat tidak bisa dilihat sebagai donasi atau program amal. Tapi memiliki serangkaian ilmu pengetahuan di baliknya. Untuk pengembangan masyarakat, PTVI melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dengan mengedepankan kemitraan tiga pilar yakni, pemerintah, masyarakat, dan perusahaan. 

Saat menyampaikan pidato pembukaan dalam ISF, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) bicara mengenai krisis iklim. Ia menyatakan bahwa krisis iklim menjadi masalah utama dunia. Menko Luhut mencatat, bahwa pada Juli 2023 terjadi suhu rata-rata global tertinggi dalam sejarah. Di mana mencapai 1,5 derajat celcius atau lebih panas dibandingkan rata-rata pada masa pra industri. Luhut menambahkan, bahwa memang secara global, banyak hal yang sudah dilakukan di atas kertas. Hanya saja, kolaborasi internasional yang konkrit dan cepat sangat dibutuhkan. 

"Itulah sebabnya kita berada dalam forum ini." terang Luhut dalam ISF, Park Hyatt Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement