Ahad 10 Sep 2023 18:27 WIB

Pasar Obligasi Membaik, Pilih Reksa Dana atau SBN?

Pilihan investasi sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan finansial.

Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah sempat bergerak sangat fluktuatif di bulan Agustus kemarin, kondisi pasar obligasi diperkirakan akan berangsur membaik. Namun, mana yang lebih oke, berinvestasi obligasi lewat reksa dana pendapatan tetap atau ke Surat Berharga Negara (SBN)?

Melalui keterangan tulis, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja, menyampaikan, ada beberapa yang bisa diperhatikan dari kedua instrumen tersebut.

Baca Juga

1. Penerbit

Reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh manajer investasi, yang didalamnya terdiri dari efek-efek obligasi atau surat utang, bisa surat utang pemerintah (SBN) atau pun surat utang perusahaan swasta/korporasi. Artinya, dengan membeli reksa dana pendapatan tetap, investor telah merdiversifikasi pinjaman ke berbagai pihak, dengan berbagai jangka waktu dan berbagai tingkat imbal hasil.

 

2. Jumlah investasi minimum

Reksa dana pendapatan tetap tidak membutuhkan modal yang besar dan persyaratan rumit. Beberapa produk reksa dana bahkan hanya mensyaratkan minimal investasi sebesar Rp 10 ribu, dengan dokumen berupa KTP dan rekening bank. Sementara untuk SBN, investor membutuhkan modal investasi minimal sebesar Rp 1 juta. Selain KTP dan rekening bank, investor juga harus menyertakan dokumen NPWP.

 

3. Waktu dan tempat pembelian

Investor bisa membeli reksa dana pendapatan tetap kapan pun dan di mana pun (lokasi), melalui manajer investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD). Sementara untuk SBN, bisa dibeli langsung ke penerbit obligasi (dalam hal ini pemerintah) dan juga mitra distribusi (perusahaan sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan). Pembelian dilakukan pada masa penawaran perdana secara online serta masa penjualan kembali (pencairan) yang sangat terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu.

 

3. Tingkat likuiditas

Di reksa dana pendapatan tetap, investor bisa mencairkannya kapan saja dan cair dalam tiga hari hingga lima hari kerja. Sementara SBN dan obligasi pasar sekunder relatif lebih sulit untuk dicairkan, membutuhkan waktu, dan upaya yang lebih lama untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan obligasi tersebut.

 

4. Keuntungan/imbal hasil

Untuk reksa dana pendapatan tetap, potensi keuntungan/imbal hasil akan fluktuatif sesuai dengan kondisi pasar. Namun, reksa dana pendapatan tetap yang dikelola aktif berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih terjaga.

 

5. Tingkat risiko

Risiko ketika berinvestasi pada reksa dana pendapatan tetap terkait dengan kinerja pasar dan portofolio yang dikelola oleh manajer investasi. Kondisi pasar di sini mencakup kondisi ekonomi global dan domestik yang akan mempengaruhi tingkat suku bunga bank sentral, serta dinamika pasokan obligasi yang ada di pasar yang mempengaruhi pergerakan harga. "Dari sisi risiko gagal bayar, obligasi korporasi tentu lebih berisiko dibandingkan SBN," kata Freddy.

Dari penjelasan di atas, lanjut dia, tentunya pembaca sudah memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilih reksa dana pendapatan tetap atau SBN sebagai salah satu portofolio investasi. "Pemilihan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan juga kemampuan finansial masing-masing investor," ungkap Freddy.

Untuk yang memiliki banyak waktu dan pengetahuan yang cukup, SBN bisa dijadikan salah satu pilihan. Namun bagi yang tidak, reksa dana pendapatan tetap dengan modal investasi yang minimal, beragam efek portofolio, dan dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman, dapat dijadikan pilihan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement