Selasa 22 Aug 2023 16:53 WIB

Wacana Merger dengan Pelita, Garuda: Masih Dibahas

Dirut Garuda Indonesia mengatakan, saat ini rencana tersebut masih dibahas.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan ada rencana penggabungan dua maskapai pelat merah. Keduanya yakni Garuda Indonesia Group dan Pelita Air. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan saat ini rencana tersebut masih dibahas.

"Hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," kata Irfan dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (22/8/2023).

Baca Juga

Dia memastikan, Garuda Indonesia Group akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut. Irfan menilai, rencana merger tersebut akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.

Terkait rencana pengembangan dalam merger tersebut, Irfan menegaskan saat ini masih dalam tahap awal. "Kami tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis yang dapat dihadirkan," kata Irfan.

Dia mengungkapkan, pada dasarnya pengembangan dilakukan bersama-sama untuk mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja. Hal itu sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia guna membawa manfaat berkelanjutan bagi masyarakat.

Irfan menyampaikan, hal tersebut turut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja perusahaan. Khususnya, pascarestrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia.

"Oleh karenanya, mengenai proyeksi dari proses merger ini tentunya akan terus kami sampaikan secara berkelanjutan sekiranya terdapat tindak lanjut penjajakan yang lebih spesifik atas realisasi rencana strategis tersebut," ungkap Irfan.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan tersebut diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Di Amerika Serikat, sebut Erick, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Terdapat 300 juta populasi yang rata-rata pendapatan per kapitanya mencapai 40 ribu dolar AS.

Sementara, di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki pendapatan per kapita 4.700 dolar AS. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal, sekarang Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

"Jadi, perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick di Tokyo, Jepang, Senin (21/8/2023).

Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan ketiga maskapai BUMN. Ketiganya yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.  

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ucap Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement