Sabtu 12 Aug 2023 12:45 WIB

PUPR: Komitmen Bersama Menuju Hunian Vertikal Adalah Keharusan

Konsekuensi memaksakan rumah tapak untuk hunian ialah lokasi yang semakin jauh.

Ilustrasi rumah susun. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengingatkan bahwa komitmen bersama menuju konsep hunian vertikal adalah keharusan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi rumah susun. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengingatkan bahwa komitmen bersama menuju konsep hunian vertikal adalah keharusan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengingatkan bahwa komitmen bersama menuju konsep hunian vertikal adalah keharusan. Ini seiring dengan kebutuhan perumahan yang semakin bertambah dan lahan yang makin sempit.

"Komitmen bersama menuju (hunian) vertikal adalah keharusan," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (11/8/2023) malam, di sela talkshow perumahan, sekaligus pembukaan pameran rumah subsidi "Jateng Tapera Expo 2023" di Mal Ciputra Semarang.

Baca Juga

Menurut Herry, jika memaksakan konsep hunian horisontal dengan rumah tapak maka konsekuensinya hunian yang didapatkan akan semakin jauh dari pusat kota. Apalagi, harga properti semakin lama semakin naik.

"Jadi kalau rumah 'landed' (rumah tapak), ya, makin jauh. Kondisi di Jateng sama, nanti 2025 bisa lebih jauh lagi. Makanya, ini butuh 'concern' bersama pemerintah daerah dalam menata ruang," katanya.

Dia mengakui, perlu upaya dari dua sisi untuk mencukupi kebutuhan rumah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah (MBR), yakni dari sisi suplai dan permintaan masyarakat secara bersama-sama.

"Dari suplai, bagaimana membuat rumahnya lebih efisien, mulai perizinan, dukungan pemda menyediakan lahan, pengaturan tata ruang. Lalu, sisi demand bagaimana membuat harga terjangkau bagi target sasaran," katanya pula.

Dari sisi permintaan, ia mengatakan bisa dilakukan dengan memodifikasi sistem KPR (kredit pemilikan rumah) yang selama ini menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dengan suku bunga 5 persen.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Jateng Sujarwanto Dwiatmoko menyampaikan bahwa Pemprov Jateng terus berupaya mencukupi kebutuhan perumahan, khususnya bagi keluarga MBR.

"Kami terus berupaya mencukupi kebutuhan rumah. Backlog coba kami penuhi. Sekarang 91 persen yang sudah punya rumah di Jateng dibanding angka nasional 14 persen sebenarnya sudah cukup baik," katanya lagi.

"Memang ada persoalan, rumahnya sudah sehat, sudah layak belum? Makanya, kami upayakan rumah layak huni. Data per 2018 dari RPJMD tersisa 1,5 juta lebih (rumah tidak layak huni)," katanya pula.

Hingga 2022, kata Sujarwanto, sudah tertangani separuhnya sehingga tinggal menyisakan 770.000 ribuan rumah tidak layak huni, dan pada akhir tahun ini ditargetkan tinggal 500 ribuan rumah.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto mengapresiasi Pemprov Jateng sebagai salah satu pemerintah daerah yang memiliki program konkret dalam pemenuhan kebutuhan perumahan.

"Kenapa milih Provinsi Jateng untuk expo? Di sini, kami BP Tapera berkolaborasi, dibantu Kementerian PUPR. Kami senang berkolaborasi dengan Jateng sehingga ini yang pertama," katanya pula.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement