REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengaku tengah mempertimbangkan untuk memberi tambahan insentif bagi mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV). Namun sebelumnya, Kemenperin menyebut perlu ada survei terlebih dulu.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, untuk bisa menerapkan pemberian insentif bagi mobil hybrid, pemerintah perlu melakukan semacam survei untuk mendata setiap produk untuk kemudian menentukan ambang batas rata-rata emisi. Ambang bataa itu bisa digunakan sebagai acuan penurunan emisi dari kendadaan hybrid.
"Kami tidak tahu persis produk dari perusahaan A, B, C, D, maka kita perlu sensus setiap produk perusahaan A, B, C, D, dia punya produk apa dan rata-rata ambang batas yang bisa kita gunakan untuk nasional itu seperti apa dan kita mengacu juga ke dengan negara lain," kata dia dalam diskusi Forwin bertajuk "Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia" di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Menurut Taufiek, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah, baik mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) maupun mobil hybrid (HEV) atau pun Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) sudah mendapatkan insentif.
"Kalau lihat dari animonya, mungkin kita harus berikan hybrid, tapi pemberiannya itu ada dasar. Dasar memberikan saya kira (berdasarkan) karbon. Tapi perlu cara memberikan yang tepat supaya kita tidak diprotes memberi subsidi ke orang kaya dan macam-macam," katanya.