Jumat 28 Jul 2023 15:01 WIB

Ekspor 1.545 Barang Ini? Wajib Masukkan Devisanya ke Dalam Negeri

Aturan ini menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 744 tahun 2020.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengelar konferensi pers mengenai aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengelar konferensi pers mengenai aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menambah jenis barang ekspor yang termasuk wajib memasukkan devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri sebanyak 260 pos tarif menjadi 1.545 pos tarif. Adapun penambahan ini sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan Kewajiban Memasukkan Devisa Hasil Ekspor ke dalam Sistem Keuangan Indonesia.

Beleid ini mengatur 1.545 pos tarif barang ekspor yang masuk sebagai komoditas ekspor yang harus memarkir devisa hasil ekspor di dalam negeri selama tiga bulan. Aturan ini menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 744 tahun 2020.

Baca Juga

"Tadinya dalam pos tarif Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 744/2020 ada 1.285 pos tarif, maka dalam KMK yang baru akan ditambahkan 260 pos tarif yang akan masuk dalam DHE," ujarnya saat konferensi pers, Jumat (28/7/2023).

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023 adalah aturan turunan dari Peraturan Pemerintah 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusaha, Pengolahan, dan/atau Pengelolaan Sumber Daya Alam. Adapun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, terdapat empat sektor komoditas yang wajib memasukkan devisa berupa devisa hasil ekspor sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia, yaitu sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Penambahan pos tarif pada keempat sektor komoditas tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023, secara rinci sebagai berikut. Sektor pertambangan mengalami penambahan 29 pos tarif, sehingga jumlahnya menjadi 209 pos tarif dari 180 pos tarif. Sektor perkebunan ditambahkan 67 pos tarif menjadi 567 pos tarif, dari sebelumnya sebanyak 500 pos tarif.

Sektor kehutanan bertambah 44 pos tarif menjadi 263 pos tarif dari sebelumnya 219 pos tarif. Dan penambahan pos tarif sektor perikanan sebanyak 120, sehingga jumlahnya menjadi 506 pos tarif dari 386 pos tarif.

"Dengan demikian, total pos tarif yang tadinya sudah diatur tahun 2020 melalui KMK 747 adalah 1.285 pos tarif ditambah 260, jadi 1.545 pos tarif. Itu kode HS yang masuk jadi objek DHE sesuai PP 36 tahun 2023," ucapnya.

Sri Mulyani juga baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor. Hal ini mengatur pengenaan dan pencabutan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan devisa hasil ekspor.

Adapun mekanisme pengawasan, sesuai yang tertulis pada pasal 5, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan akan bertindak menyerahkan data eksportir yang tidak melakukan kewajiban, yaitu penempatan devisa hasil ekspor di dalam negeri kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Selanjutnya DJBC akan mengenakan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepabeanan.

"Apabila informasi juga berasal dari OJK mengenai kewajiban pembuatan dan pemindahan escrow account maka DJBC juga bisa menindaklanjuti informasi mengenai pelanggaran tersebut dengan memberi sanksi administratif berupa penangguhan layanan ekspor," ucapnya.

Hal ini akan dijalankan melalui sistem informasi yang terintegrasi, namun apabila ada gangguan maka bisa beralih ke media lain secara elektronik. Pencabutan penangguhan, dituliskan pasal 9 apabila sudah memenuhi kewajiban yang seharusnya. DJBC akan menyampaikan kepada Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

"Ini yang menjadi dasar pengenaan sanksi dan pencabutan sanksi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement