REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pemerintah daerah menambah lahan untuk komoditas kedelai. Langkah ini perlu diambil karena iklim ekstrem El Nino menyebabkan dunia terancam kekeringan. Produksi kedelai global pun bisa menurun.
“Harga kedelai global bisa naik hingga tiga kali lipat. Kalau kita tidak tanam kedelai, mau makan apa kita besok?” ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pelaksaan Kegiatan Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2023 di Bogor, Kamis (20/07/2023) malam.
Syahrul menyebut, produksi kedelai nasional perlu semakin ditingkatkan. Apalagi produk olahan kedelai sangat digemari masyarakat Indonesia.
“Kedelai itu sangat dibutuhkan. Kita makan tahu dan tempe. Kita juga makan kecap. Jadi yuk mari kita tanam kedelai,” katanya.
Ajakan Syahrul bukan tanpa alasan. Dengan produksi kedelai global yang berpotensi menurun karena El Nino, pasokan kedelai ke Indonesia pun bisa berkurang.
“Mungkin El Nino ini ada hikmahnya karena kita semua dipaksa untuk menanam. Jadi siapa tahu, impor kita justru bisa menurun,” ujarnya.
Untuk itu, Syahrul pun meminta pemerintah daerah untuk persiapkan program yang matang, mulai dari kelembagaan, sumber daya manusia, hingga pembiayaannya.
“Keluar dari mindset hanya mau jalan kalo ada uangnya. Manfaatkanlah KUR (kredit usaha rakyat.red). APBD gunakan untuk operasional pengendalian,” kata Syahrul.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan Animo petani bertanam kedelai semakin meningkat seiring kondisi harga semakin kompetitif meskipun nilai manfaatnya belum sebagus bertanam jagung.
"Kini harga kedelai di petani sekitar Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg dan menjadi peluang untuk memacu produktivitasnya," katanya.
Lebih jauh ia menyampaikan bahwa sistem perbenihan kedelai disempurnakan dan diarahkan penangkaran insitu sehingga terlihat mampu menyediakan benih unggul yang dibutuhkan petani.
"Pada 2023 ini ditargetkan tanam 250 ribu hektare kedelai tersebar di sentra dan pada tahun depan agar ditingkatkan lagi luasannya,” katanya.
Senada dengan Suwandi, Direktur Aneka Kacang dan Umbi (Akabi) Enie Tauruslina Amarullah menyebutkan potensi untuk peningkatan produksi kedelai nasional cukup besar.
“Hal tersebut didukung dengan luasnya lahan tadah hujan maupun lahan kering yang cocok untuk budidaya kedelai serta sumber daya petani yang sudah terbiasa menanam kedelai,” tutur Enie.
Ia menambahkan, kedelai lokal merupakan kedelai organik/non GMO yang lebih sehat untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Menurut Enie, tantangan saat ini adalah penanganan pasca panen yang belum maksimal sehingga mutu kedelai lokasi masih kalah bersaing dengan kedelai Impor.
“Tapi tantangan ini tidaklah sulit bila kita tanggulangi bersama-sama instansi yang terkait,” katanya.