Selasa 11 Jul 2023 23:33 WIB

Sri Mulyani Ungkap Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Anjlok Jadi Rp 135,4 Triliun

Hingga pertengahan tahun, produksi cukai 139,4 miliar batang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/2022). Rapat tersebut membahas mengenai kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2023.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/2022). Rapat tersebut membahas mengenai kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat penerimaan negara dari kepabean dan cukai sebesar Rp 135,4 triliun per Juni 2023 atau 44,7 persen dari target dalam anggaran pendapatan dan belanja negara 2023. Adapun realisasi ini menurun 18,8 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut terdiri dari penerimaan cukai sebesar Rp 105,9 triliun, bea masuk sebesar Rp 24,2 triliun, dan bea keluar Rp 52,1 triliun.

“Realisasi penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai hingga akhir tahun ini akan mengalami kontraksi 5,6 persen atau sebesar Rp 300,1 triliun dari target yang ditetapkan sebesar Rp 303,2 triliun atau 99 persen dari target,” ujarnya berdasarkan data Kementerian Keuangan Semester I 2023 dikutip Selasa (11/7/2023).

Menurutnya penerimaan bea dan cukai tahun lalu masih tumbuh 36,5 persen atau sebesar Rp 166,8 triliun. Angka tersebut meningkat dari 2021 sebesar Rp 122,2 triliun atau tumbuh 31,1 persen. Jika dirinci penerimaan cukai per semester I 2023 turun 12,2 persen menjadi Rp 105,9 triliun. 

“Hal ini disebabkan penurunan produksi yang signifikan. Cukai mengalami penurunan produksi cukup signifikan pada tahun ini. Hingga pertengahan tahun, produksi cukai 139,4 miliar batang. Ini menurun tajam dibandingkan tahun lalu 147 miliar batang dan 2021 sebesar 151 juta miliar batang," ucapnya.

“Dua tahun berturut-turut cukai hasil tembakau tumbuh cukup tinggi, yaitu 32 persen pada tahun lalu dan 21 persen pada 2021," ucapnya.

Dari sisi pelaku usaha, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menilai ketatnya regulasi terhadap rokok ini bukan hanya dari sisi non-cukai, seperti pembatasan iklan rokok saja, tetapi juga dari sisi aturan cukai. Sehingga, kata Benny, industri tembakau sudah dijepit oleh dua sisi regulasi yang sangat kuat.

”Akibatnya produksi industri tembakau secara keseluruhan mengalami penurunan yang drastis dari 355,8 miliar batang pada 2019 menjadi 330,7 miliar batang pada tahun 2022 atau rata-rata turun 2,42 persen per tahun selama kurun waktu tersebut. Bahkan industri yang bernaung di bawah Gaprindo mengalami penurunan produksi yang lebih drastis lagi,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement