REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan realisasi pembiayaan utang pada semester I 2023 turun sebesar 15,4 persen (year on year/yoy) bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Realisasi penerbitan SBN turun sebesar 13,6 persen yoy
"Semester I pembiayaan utang mengalami penurunan 15,4 persen, atau dalam hal ini kita melakukan penerbitan hanya Rp 157,9 triliun untuk SBN (Surat Berharga Negara) neto," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Realisasi penerbitan SBN turun sebesar 13,6 persen yoy dari catatan semester I tahun lalu sebesar Rp 182,6 triliun. Menurut Menkeu, menurunnya penerbitan SBN ditopang oleh defisit dan keseimbangan primer.
Realisasi defisit pada semester I 2023 tercatat sebesar Rp 152,3 triliun, lebih tinggi dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 91,2 triliun. Sementara keseimbangan primer terdata sebesar Rp 368,2 triliun, naik dari realisasi semester I tahun lalu sebesar Rp 279,0 triliun.
"Jadi, ini menggambarkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) konsolidasi dan kesehatannya mengalami tren yang sangat baik," ujar Menkeu.
Dengan mempertimbangkan kondisi kas dan volatilitas pasar keuangan, Kementerian Keuangan menyusun strategi terkait penerbitan SBN. Strategi tersebut mencakup empat poin utama, yakni penyesuaian target lelang SBN, pergeseran penerbitan global bonds, pengoptimalan penerbitan SBN ritel, dan fleksibilitas pinjaman program.
Pemerintah juga senantiasa mengupayakan kombinasi sumber pembiayaan. Hal itu bertujuan untuk memenuhi target pembiayaan anggaran yang efisien dengan tetap mempertimbangkan risiko.
Lebih lanjut, Menkeu optimistis pembiayaan utang pada 2023 bisa lebih rendah Rp 289,9 triliun dari target APBN yang sebesar Rp 696,3 triliun.
Dengan demikian, pembiayaan utang diproyeksi berada di kisaran Rp 406,4 triliun atau 23,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tersebut turun 41,61 persen dari realisasi tahun 2022 yang tercatat sebesar Rp 696,0 triliun.