Jumat 07 Jul 2023 13:46 WIB

DJP Masih Hitung Potensi Penerimaan dari Pajak Natura

DJP masih menghitung potensi penerimaan negara dari pungutan pajak natura.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustasi pelayanan pajak.
Foto: Republika/Prayogi.
Ilustasi pelayanan pajak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengatakan, saat ini masih menghitung potensi penerimaan negara dari pungutan pajak natura. Hal ini sebagai respons diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan 66/2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima Atas Diperoleh dalam bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pihaknya masih mengalkulasi potensi penerapan pajak natura terhadap penerimaan negara ke depan.

Baca Juga

“Saya belum mengkalkulasi secara keseluruhan karena kami menunggu SPT yang akan disampaikan pada 2024 dari tahun kerja 2023,” ujarnya saat konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).

Suryo menjelaskan, pajak natura atau kenikmatan bertujuan untuk mendorong perusahaan pemberi kerja meningkatkan kesejahteraan karyawan. Nantinya pajak natura atau kenikmatan yang diterima oleh karyawan dapat dibiayakan oleh pemberi kerja.

“Tujuannya supaya meningkatkan cara kita mendorong korporasi untuk menjaga asetnya yaitu karyawan yang ada di perusahaan bersangkutan,” ujarnya.

Menurut Suryo, sejatinya aturan ini mendorong pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan berbagai fasilitas karyawan dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut sebagai pengurang penghasilan brutonya. Pajak natura juga memberikan kesetaraan perlakuan, sehingga pengenaan pajak penghasilan atas suatu jenis penghasilan tidak memandang bentuk dari penghasilan itu, baik dalam uang maupun selain uang.

Tarif pajak korporasi atau PPh Badan sebesar 22 persen nantinya akan dikalkulasi oleh Ditjen Pajak untuk menghitung besaran potensi penerimaan pajak yang akan diperoleh negara.

Terlebih, tidak semua natura atau kenikmatan yang diterima oleh karyawan dikenakan pajak. Kementerian Keuangan telah mengatur jenis dan batasan nilai tertentu yang dikecualikan dari objek pajak.

“Ada jenis-jenis natura yang berbeda batasannya, ini yang menjadi bahan waktu kita berhitung. Jadi, saya tidak address langsung berapa kira-kira plus minusnya nanti coba kita lihat di penghujung 2023,” katanya.

Terdapat sejumlah natura atau kenikmatan yang terbebas dari pajak. Jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan pajak natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh mempertimbangkan indeks harga beli/purchasing power parity (OECD), survei standar biaya hidup (BPS), standar biaya masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.

Misalnya, makanan/minuman di tempat kerja terbebas dari PPh, sementara kupon makan bagi karyawan dinas dibatasi sebesar Rp 2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja.

Kemudian, bingkisan hari raya keagamaan terbebas dari pajak, sedangkan bingkisan selain hari raya keagamaan dibatasi maksimal Rp 3 juta per tahun.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement