Selasa 27 Jun 2023 09:31 WIB

Diprediksi Bullish, IHSG Dibuka Naik ke Level 6.676,42

Di AS, Investor mengambil aksi ambil untung atas saham-saham teknologi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, turun 0,25 persen atau 17,03 poin ke level 6.880 pada penutupan perdagangan Jumat (10/2/2023) sore ini.
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, turun 0,25 persen atau 17,03 poin ke level 6.880 pada penutupan perdagangan Jumat (10/2/2023) sore ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada perdagangan Selasa (27/6/2023). IHSG menguat ke level 6.676,42 setelah ditutup naik pada perdagangan kemarin sebesar 0,38 persen.

Phillip Sekuritas Indonesia memproyeksi IHSG akan melanjutkan penguatannya pada hari ini. "IHSG diprediksi bullish dengan support di level 6.588 dan resistance di level 6.745," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya.

Baca Juga

Indeks saham di Asia pagi ini dibuka beragam setelah indeks saham utama di Wall Street ditutup turun semalam. Indek Hang Seng, Shanghai Composite dan Strait Times kompak menguat, sedangkan Nikkei mengalami penurunan.

Di AS, Investor mengambil aksi ambil untung (Profit taking) atas saham-saham di sektor Teknologi. Indeks Nasdaq pun membukukan penurunan paling tajam yakni sebesar 1,16 persen. Dow Jones dan S&P 500 masing-masing melemah 0,04 persen dan 0,45 persen.

Selain itu, kekhawatiran bahwa bank sentral AS Federal Reserve) dan bank-bank sentral utama lainnya di dunia akan mendorong ekonomi global ke dalam resesi juga turut menekan kinerja indeks saham di Wall Street dan di tingkat global.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun turun satu basis poin menjadi 3,71 persen. Investor mengantisipasi rilis data inflasi, tepatnya Personal Consumption Expenditure (PCE) Price Index di Mei yang diprediksi akan naik 4,6 persen yoy.

Meskipun Federal Reserve menahan kenaikan suku bunga acuan bulan ini, ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bukan berarti Federal Reserve sudah selesai memperketat kebijakan moneter. Lebih lanjut Powell juga memberi indikasi adanya kemungkinan dua atau lebih kenaikan suku bunga lagi tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement