REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti kelebihan bayar dana kompensasi listrik pelanggan mampu atau nonsubsidi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebesar Rp 675,98 miliar pada tahun buku 2021. Adapun temuan ini berdasarkan LHP LKPP Tahun 2022 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022.
Kepala BPK Isma Yatun mengatakan berdasarkan audit tersebut, belanja dalam anggaran pendapatan dan belanja negara 2022 direalisasikan dalam bentuk dana kompensasi untuk membiayai konsumsi tenaga listrik bagi pelanggan mampu perusahaan setrum pelat merah tersebut.
“Dana kompensasi tenaga listrik tahun 2021 diperhitungkan dan dibayarkan lebih besar Rp 675,98 miliar,” tulis BPK berdasarkan laporan tersebut dikutip Ahad (25/6/2023).
Adapun penyesuaian tarif tenaga listrik pada 2021 terhadap 13 golongan tarif pelanggan nonsubsidi tidak disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang membuat dana kompensasi membebani keuangan negara sebesar Rp 24,59 triliun. Selain itu, perhitungan harga patokan batubara dalam penyesuaian tarif belum selaras dengan perhitungan harga jual batubara transaksi berjangka yang telah berlangsung Perusahaan Listrik Negara.
“Kondisi tersebut mengakibatkan harga patok batubara yang digunakan dalam perhitungan penyesuaian tarif 2021 berpotensi kurang akurat,” tulis laporan tersebut.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PLN dapat berkoordinasi lebih optimal dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan untuk menyusun pemberlakuan formula penyesuaian tarif yang wajar atas golongan tarif nonsubsidi.
“Serta menyetorkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 675,98 miliar atau mengajukan permohonan kepada menteri keuangan agar kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan dalam pembayaran dana kompensasi tenaga listrik tahun berikutnya,” tulis BPK.