Kamis 22 Jun 2023 09:28 WIB

Gubernur Bank Sentral Turki Hadapi Kondisi Menantang

Gubernur baru Bank Sentral Turki dinilai perlu lekas naikkan suku bunga sekaligus.

Orang-orang melewati potret Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan bendera Turki di Bursa, Turki, Kamis (11/5/2023).
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Orang-orang melewati potret Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan bendera Turki di Bursa, Turki, Kamis (11/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki siap membalikkan beberapa kebijakan ekonomi lama yang dipandu tim ekonomi baru Presiden Recep Tayyip Erdogan guna menurunkan inflasi yang merajalela.

Kurang dari sebulan setelah Erdogan memenangkan pemilihan umum, suku bunga diperkirakan akan naik secara dramatis dari level saat ini 8,5 persen. Inflasi hampir 40 persen dan Turki berada dalam cengkeraman meroketnya biaya hidup.

Baca Juga

Namun, pemimpin Turki sejauh ini bersikeras mempertahankan suku bunga rendah. Pertanyaan besarnya adalah seberapa jauh kenaikan suku bunga akan jadi kebijakan utama?

Ekonom terbagi tentang seberapa tajam kenaikan suku bunga itu. Bank investasi yang berbasis di AS Morgan Stanley, menyarankan kenaikan 11,5 poin menjadi 20 persen. Sementara Goldman Sachs memperkirakan angka itu bisa mencapai 40 persen. Ekonom lain percaya kenaikannya akan tajam, tapi mungkin lebih bertahap, demikian dilansir BBC, Kamis (22/6/2023).

Masalah Presiden Erdogan adalah bahwa tingkat inflasi Turki tetap tinggi dan cadangan bank sentralnya telah jatuh ke tingkat yang sangat rendah. Sebab cadangan devisa Bank Sentral Turki dikuras miliaran dolar untuk mencoba menopang lira.

Ekonom secara luas menganjurkan peningkatan minat untuk mengatasi inflasi tinggi, tetapi pemimpin Turki memecat tiga gubernur bank sentral dalam waktu kurang dari dua tahun ketika mereka mencoba untuk tetap berpegang pada kebijakan ortodoks.

Suku bunga turun dari 19 persen dua tahun lalu menjadi 8,5 persen dalam beberapa bulan terakhir. Sekarang mereka akan naik kembali dan itu akan berdampak pada negara yang sudah mengalami krisis ekonomi.

"Ini berisiko, tetapi lingkaran yang sulit untuk diluruskan," kata dosen politik senior di Universitas Liverpool, Ozge Zihnioglu.

"Dia harus melakukan sesuatu untuk ekonomi, tetapi pergeseran yang jelas ke kebijakan ekonomi lama akan memukul sebagian besar masyarakat dan dia tidak ingin berdampak pada pemilihan daerah (tahun depan)," kata Zihnioglu menambahkan.

Perekonomian Turki tumbuh secara dramatis di tahun-tahun awal kepemimpinan Presiden Erdogan. Namun dalam beberapa tahun terakhir, dia telah membuang kearifan ekonomi tradisional dengan menyalahkan inflasi yang tinggi pada biaya pinjaman yang tinggi dan berusaha untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Dalam lima tahun terakhir, mata uang Turki telah kehilangan lebih dari 80 persen nilainya dan investasi asing anjlok. Orang Turki sekarang mencoba memindahkan uang asing dari bank lokal.

Mehmet Kerem Coban dari Universitas Kadir Has mengatakan model ekonomi Turki membutuhkan modal untuk bertahan hidup karena cadangannya telah mencair. 

Erdogan menunjuk Hafize Gaye Erkan (44 tahun) sebagai kepala bank sentral wanita pertama Turki. Hafize merupakan tokoh terkenal di Wall Street, meski dia tidak pernah memiliki peran di Turki sebelumnya. Hafize juga merupakan kepala eksekutif bank AS First Republic sebelum keruntuhannya.

Erdogan mengatakan pekan lalu bahwa sikapnya soal suku bunga tidak berubah. Pakar emerging market, Timothy Ash, percaya Hafize harus menaikkan suku bunga lebih awal ketimbang secara bertahap. Jika tidak, kata Ash, Hafize akan mengalami nasib yang sama dengan pendahulunya yakni selalu mengejar ketinggalan dengan pasar dan menunggu di ruang depan istana presiden untuk memohon kenaikan suku bunga.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement