Selasa 20 Jun 2023 15:22 WIB

Tak Hanya di Indonesia, Gaji di Jepang juga Susah Naik

Kenaikan gaji tidak sepadan dengan kenaikan inflasi.

Rep: Mgrol148/ Red: Lida Puspaningtyas
Pejalan kaki berjalan di sepanjang persimpangan Shibuya berebut di Tokyo, Jepang.
Foto:

Seorang peneliti senior di The Tokyo Foundation for Policy Research, Hideo Hayakawa menyampaikan, nilai upah merana sejak bubble economy Jepang meledak pada 1990-an dan ekonomi mengalami stagnasi. Pengusaha menahan kenaikan upah dan investasi berisiko tetapi sebagian besar menghindari PHK massal.

"Ekonomi secara bertahap mulai bergerak, tapi kami belum tahu apakah semuanya akan berhasil sehingga kenaikan upah dapat berlanjut hingga tahun depan," kata Hayakawa.

Beberapa perusahaan sudah mulai menaikkan gaji, tetapi kenaikan besar-besaran karyawan baru Fast Retailing, yang mengoperasikan rantai pakaian Uniqlo, yang didapat tahun ini relatif jarang. Dalam menaikkan gaji bulanan menjadi 300 ribu yen atau 2.100 dolar AS atau sekitar Rp 31,5 juta sebulan dari 25 ribu yen 1.800 dolar AS.

Perusahaan mengatakan, mereka berharap untuk mempertahankan pekerja berbakat dan mempersempit kesenjangan upah dengan karyawan di AS dan Eropa.

"Kami percaya bahwa kami harus bertransformasi menjadi perusahaan yang sangat produktif yang dapat bersaing dan menang di panggung global," kata Manajer komunikasi korporat global di Fast Retailing, Peichi Tung.

Namun sebaliknya, sejumlah perusahaan berusaha menghindari kenaikan biaya dengan mempekerjakan wanita, pelajar, pensiunan, atau orang asing. Seringkali, mereka dikontrak dengan gaji lebih rendah yang tidak menyertakan tunjangan yang sama seperti yang diberikan kepada karyawan tetap.

Meskipun sistem "pekerjaan seumur hidup" di Jepang sudah mulai dihilangkan, para pekerja masih tidak berpindah-pindah pekerjaan seperti di dunia Barat. Pekerjaan yang stabil dan loyalitas lebih dihargai daripada berebut gaji atau promosi yang lebih tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement