Kamis 01 Jun 2023 07:58 WIB

Subsidi Mobil Listrik Pribadi Dikritik, Kemenko Marves: Wuling Mau Dijadikan Taksi, Bisa!

Subsidi ini untuk mereka yang mau beralih ke energi bersih.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin.
Foto: Republika/ Wihdan
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menegaskan, subsidi pajak mobil listrik yang diprogramkan pemerintah tak menyoal soal kendaraan pribadi atau transportasi umum. Subsidi yang diberikan karena pemerintah memang menyasar kepada mereka yang mau beralih ke energi bersih.

"Pertama, itu bukan soal kendaraan pribadi atau umum, cuma jenisnya memang untuk kendaraan pribadi. Kalau Wuling (Air Ev) mau dijadiin taksi ya bisa saja," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam sebuah diskusi panel di Hotel Sari Pan Pacific, Rabu (31/5/2023) malam.

Baca Juga

Seperti diketahui, saat ini baru terdapat dua pabrikan mobil listrik yang masuk dalam program subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. Yakni Wuling Motors dengan produknya Wuling Air Ev serta Ioniq 5 yang diproduksi Hyundai.

Kedua produk itu mendapat diskon PPN karena telah memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40 persen. Dengan diskon PPN 10 persen, harga kedua mobil listrik tersebut lebih terjangkau.

 

Rachmat pun menegaskan, fokus dari kebijakan subsidi tersebut lebih kepada sebagai dukungan pemerintah bagi konsumen yang menggunakan kendaraan listrik. Dengan peralihan itu, dia tak lagi membutuhkan BBM yang akan memberikan banyak manfaat.

"Kita memang mau bangun pasar, ya jadi (subsidi) kita berikan untuk yang beli karena itu tujuannya. Menurut saya, memang sasarannya begitu," kata dia.

Kendati demikian, Rachmat mengingatkan pemerintah pun memasukkan bus listrik sebagai objek dari program diskon PPN. Karena itu, pemerintah pun memperhatikan migrasi kendaraan listrik dari jenis bus.

Pengamat Energy, Fabby Tumiwa, menambahkan, kebijakan subsidi tersebut difokuskan untuk mendukung transisi energi. "Ini bukan kebijakan transportasi, ini kebijakan energi. Wacana belakangan ini dikontraskan dengan kendaraan pribadi dan bukan umum? Ya memang bukan itu tujuannya. Membangun transportasi itu lain lagi," ujar Fabby.

Ia menegaskan, inti dari upaya transisi energi adalah proses dekarbonisasi yang ditimbulkan dari emisi gas rumah kaca. Adapun, salah satu penyumbang emisi, yakni dari transportasi yang menyumbang sekitar 45 persen emisi. "Kalau kita mau turunkan emisi di sektor transportasi, sumber BBM harus diganti. Di sinilah penggunaan kendaraan listrik," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement