Rabu 31 May 2023 12:25 WIB

Pengawasan Sektor Jasa Keuangan Masih Perlu Ditingkatkan

Pengawasan terkesan hanya responsif kasus per kasus.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Industri asuransi. Ilustrasi. Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai pengawasan sektor jasa keuangan masih perlu ditingkatkan.
Foto: change.org
Industri asuransi. Ilustrasi. Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai pengawasan sektor jasa keuangan masih perlu ditingkatkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai pengawasan sektor jasa keuangan masih perlu ditingkatkan. Irvan menuturkan, pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terkesan hanya responsif kasus per kasus yang terjadi di beberapa perusahaan asuransi.

"Nyatanya setelah adanya regulasi baru  tetap mencuat kasus-kasus gagal bayar klaim dengan sebab yang berbeda namun mempunyai kemiripan modus fraud," kata Irvan kepada Republika.co.id, Rabu (31/5/2023).

Baca Juga

Padahal, Irvan mengatakan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, fungsi utama OJK adalah melakukan pengaturan, pengawasan dan  perlindungan konsumen. Hal tersebut dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

Untuk mengoptimalkan pengawasan di industri keuangan nonperbankan, Irvan menuturkan, OJK juga harus memperhatikan irisan dan interaksi bisnis industri IKNB. "Terutama asuransi dengan sektor jasa keuangan lainnya terutama di industri pasar modal atau pengelola investasi," ucap Irvan.

Regulasi terbaru yang dikeluarkan adalah POJK Nomor 5 Tahun 2023 Tentang Perubahan Kedua POJK 71 Tahun 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.  Irvan menilai isi pokok dari POJK Nomor 5 masih saja mengenai pengaturan kesehatan perusahaan asuransi.

Sementara hal-hal baru yang diatur dalam POJK tersebut adalah tentang rencana peningkatan permodalan. Selain itu juga pembentukan cadangan dan terkait adanya Lembaga Penjamin Polis.

"Regulasi yang dikeluarkan hanya sebagai respon dari kasus per kasus sehingga terkesan hanya tambal sulam," ujar Irvan.

Hingga saat ini, Irvan mengatakan publik masih menunggu penyelesaian atau realisasi pembayaran kepada nasabah dari kasus-kasus gagal bayar asuransi. Khususnya mulai dari Jiwasraya, Bumiputera , Kresna, Wanaartha, dan juga kasus-kasus unit link.

"Atas kasus-kasus tersebut, respon OJK yang menonjol hanya dengan mengeluarkan beberapa regulasi baru sejak 2019 hingga saat ini yaitu  berusaha mengetatkan kembali aturan tentang  pemasaran, produk dan pengelolaan aset investasi di perusahaan asuransi," jelas Irvan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement