Selasa 30 May 2023 02:10 WIB

OJK Ajak Mahasiswi di Kalteng Hindari Pinjaman Online Ilegal

OJK menemukan orang banyak paham produk keuangan yang ia pakai.

OJK. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah terus meningkatkan kegiatan edukasi dan literasi keuangan untuk mencegah masyarakat termasuk mahasiswi agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
OJK. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah terus meningkatkan kegiatan edukasi dan literasi keuangan untuk mencegah masyarakat termasuk mahasiswi agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal.

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah terus meningkatkan kegiatan edukasi dan literasi keuangan untuk mencegah masyarakat termasuk mahasiswi agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal.

Kepala OJK Kalteng Otto Fitriandy mengatakan, kegiatan literasi keuangan merupakan tugas OJK dalam upaya preventif melalui edukasi dan perlindungan konsumen. "Ini agar masyarakat terhindar dari berbagai bentuk kejahatan di sektor jasa keuangan seperti penipuan, pinjaman online ilegal dan investasi ilegal," kata Otto di Palangka Raya, Senin (29/5/2023).

Baca Juga

Salah satu yang menjadi sasaran edukasi adalah para mahasiswi Universitas Palangka Raya. Edukasi ini dalam rangka meningkatkan pengetahuan perempuan milenial dengan tema "Perempuan Beraksi Bisa Berbisnis".

OJK berharap kaum perempuan milenial yang memiliki semangat untuk berwirausaha dapat melakukannya dengan baik. Mereka juga diharapkan bisa menghindari berbagai aksi kejahatan yang dapat dilakukan oknum tidak bertanggung jawab, terutama pinjaman online ilegal.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Edukasi Keuangan 2022, Tingkat Indeks Inklusi Keuangan Kalimantan Tengah berada di angka 81,30 persen dan Indeks Literasi Keuangan sebesar 32,73 persen. Kedua indeks tersebut berada di bawah indeks nasional yang tercatat masing-masing sebesar 85,10 persen dan 47,44 persen.

Dari hasil survei 2022 tersebut, Otto memaparkan, dibandingkan dengan survei 2019, terdapat peningkatan indeks Inklusi Keuangan sebesar 6,5 persen, tapi penurunan pada tingkat literasi sebesar 3,49 persen.

Menurutnya, kondisi ini yang membuat ketimpangan semakin tinggi antara indeks inklusi dan literasi keuangan yaitu sebesar 48,57 persen. Bisa diartikan hampir separuh dari masyarakat tidak memahami produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan.

"Hal inilah yang mendorong kami serta lembaga jasa keuangan untuk terus melakukan kegiatan edukasi kepada masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk para mahasiswi," kata Otto.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement