Senin 17 Apr 2023 16:21 WIB

Impor Tekstil Ilegal Marak, Asosiasi Minta Penindakan Lebih Serius

Impor itu kini dinilai dilakukan secara terbuka.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Petugas Bea Cukai memeriksa pakaian bekas saat rilis dan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023).
Foto: Republika/Prayogi.
Petugas Bea Cukai memeriksa pakaian bekas saat rilis dan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) meminta pemerintah lebih serius memberantas impor tekstil illegal yang bertambah marak. Impor itu kini dinilai dilakukan secara terbuka. 

Ketua Umum Apsyfi Redma Gita Wirawasta menyatakan, banjirnya barang tekstil impor semakin menekan kinerja industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) hingga rata-rata utilisasinya dari hulu ke hilir kini hanya di kisaran 50 persen. Berdasarkan perhitungan Apsyfi, kata dia, per tahunnya ada sekitar 300 hingga 400 ribu ton impor TPT ilegal senilai Rp 35 triliun.

Baca Juga

Impor ilegal dalam bentuk pakaian, kain, maupun benang. "Sekitar 1.400 kontainer per bulan masuk lewat pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa dan sebagian lewat Sumatra," tutur dia. Redma menyampaikan, sekitar 210 ribu ton, berasal dari China. Sisanya dari Korea, Taiwan, India, Vietnam, Bangladesh, dan Thailand.

“Kita bisa lihat secara jelas data dari Trade Map yang catatan ekspor TPT China ke Indonesia lebih besar dibanding catatan impor kita dari China," katanya.

Ia menjelaskan, perbedaan data ini disebabkan oleh praktik impor borongan, under invoice, pelarian Harmonized System (HS), dan rembesan gudang berikat. Praktik itu, kata dia, secara leluasa dan terbuka dilakukan oleh perusahaan jasa bekerja sama dengan oknum bea cukai di lapangan. Maka dengan mudah masuk lewat jalur hijau, bahkan tanpa perlu persetujuan impor.

Ia pun menyoroti persetujuan impor TPT terkait Permendag Nomor 25 Tahun 2022 yang dianggapnya masih banyak kebocoran. Redma mengatakan, asosiasi mendapat laporan masih banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran dan diberikan izin impor berlebih baik oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk API-P maupun oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk API-U.

“Izin impor yang diberikan tidak transparan. Para pelanggar tidak pernah ditindak, malah izin impornya terus bertambah” tegasnya.

Sementara di sisi lain, lanjut dia, banjirnya impor illegal ini menekan utilisasi industri TPT ke titik yang cukup rendah hingga menelan korban. Terakhir pada awal April lalu, PT Tuntex Garment bangkrut dan melakukan PHK sekitar 1.163 karyawan.

Dewan Kehormatan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Barat Cecep Daryus menambahkan, Industri TPT Nasional masih berada dalam masa kritis sejak akhir 2022 lalu. Termasuk di Jawa Barat. 

“Akhir tahun lalu kan sudah banyak yang dirumahkan, kalau kondisi seperti ini terus akan nambah lagi," tutur dia.

Cecep meminta pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak lepas tangan atas kejadian ini. Dia mengakui, memang kondisi pasar ekspor menjadi salah satu alasan. Hanya saja menurut dia, pasar domestik Indonesia sangat besar dan harus dijaga.

Cecep mengingatkan peran industri TPT sebagai jaring pengaman sosial ekonomi bagi Indonesia. “Kalau pemerintah lepas tangan terhadap masalah impor-impor ini, ekonomi kita lambat laun akan rontok,” tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement