Senin 03 Apr 2023 23:01 WIB

OJK: Restrukturisasi Kredit Perbankan Masih Tersisa Rp 427,7 Triliun

Jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 sebanyak 1,93 juta nasabah.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Tangkapan layar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers RDK OJK Februari 2023, Senin (27/2/2023).
Foto: Tangkapan Layar
Tangkapan layar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers RDK OJK Februari 2023, Senin (27/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit perbankan sebesar Rp 427,7 triliun per Februari 2023. Adapun penyaluran restrukturisasi setara jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 sebanyak 1,93 juta nasabah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya telah menghentikan kebijakan restrukturisasi Covid-19 secara umum pada bulan ini dan hanya memperpanjang restrukturisasi secara terbatas yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja. 

Baca Juga

Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya antara lain UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar.

“Berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19. Kami melakukan pemantauan terus menerus," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Senin (3/4/2023).

Menurutnya, penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 menunjukkan sudah terjadinya pemulihan ekonomi masyarakat. Meski begitu, otoritas akan memonitor dan memastikan berhentinya kebijakan restrukturisasi tidak mengganggu kredit bermasalah perbankan. 

Rasio kredit bermasalah perbankan melandai 50 basis poin menjadi 2,58 persen secara tahunan per Februari 2023. Sementara, rasio kredit bermasalah perbankan neto turun 12 basis poin menjadi 0,75 persen per Februari 2023.

Dia pun meminta perbankan untuk menyiapkan pencadangan seiring berhentinya kebijakan restrukturisasi. Kemudian, dapat mengantisipasi kondisi perbaikan dan menerapkan prinsip prudensial.

“Bank-bank juga memperhatikan portofolio surat berharga negara dan mendorong pengelolaan likuiditas yang terkendali imbas kenaikan suku bunga acuan global,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement