REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan keyakinannya untuk menegakkan undang-undang yang melarang pakaian impor bekas ilegal sudah benar. Keyakinannya itu muncul seusai berdiskusi dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).
"Jadi sekarang kami menjadi tidak ragu ragu, pemerintah sudah benar, sesuai permintaan dari masyarakat bahwa pemerintah justru harus betul-betul bisa menyetop selundupan barang bekas,? ujar Teten saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Menteri Teten menuturkan berdasarkan data yang diolah API, sebanyak 350 ribu potong pakaian bekas menyerbu pasar lokal setiap harinya. Kemudian APSyFI yang mencatat impor tekstil dan produk tekstil termasuk pakaian bekas mencapai 320 ribu ton pada 2022, jauh melebihi impor legal yang tercatat sebanyak 250 ribu ton.
"Tadi disebutkan ini betul betul memukul industri pakaian jadi yang UKM atau yang selama ini masuk ke pasar lokal," ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, asosiasi menegaskan bahwa pakaian jadi produk lokal bisa bersaing dengan produk impor, dari segi kualitas maupun harga bisa bersaing. Sehingga, jika nantinya penjualan pakaian bekas impor ditutup dan sama sekali tidak ada lagi penyelundupan barang bekas ilegal, maka tidak akan mengganggu rezeki pedagang pakaian bekas karena produsen pakaian lokal siap melakukan substitusi.
Teten juga meminta agar masyarakat tidak mencampurkan pengertian trihfting yang berburu pakaian branded dengan pakaian bekas impor. Berdasarkan temuan penyelundupan di Cikarang pada beberapa hari lalu, disebutnya, pakaian ilegal tersebut tidaklah bermerk layaknya incaran para komunitas thrifting. Melainkan barang-barang non brand yang jelas-jelas memukul produksi UKM di pasar domestik.
"Jadi ini clear, hari ini saya mendapat penjelasan yang kuat dari para pelaku," katanya.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah akan mengurangi unrecorded import yang secara terang-terangan dilakukan di sektor pakaian jadi maupun kain dan produk tekstil. Jika produksi tekstil dan produksi tekstil dalam negeri bisa dioptimalkan, ia yakni utilisasi garmen lokal yang saat ini turun menjadi 60 persen bisa kembali lagi bahkan bisa menjadai 100 persen.
"Sehingga lapangan kerja terbuka luas dan industri garmen lokal bisa lebih kuat terutama untuk mengisi pasar domestik dan juga ekspor," tutur dia.
Pada kesempatan yang sama Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung, Nandi Herdiaman mengakui bahwa barang bekas makin menjamur di tahun 2022 dan menjadi hambatan bagi pelaku konveksi yang baru saja bangkit dari dampak pandemi Covid-19. Sebelum pandemi Covid-19, ia mengaku bahwa biasanya UKM sudah kebanjiran orderan sejak 3 bulan sebelum bulan Ramadhan, namun setelah penjualan pakaian bekas impor menjamur, para pelaku UKM mengaku kesulitan menemukan target pasarnya.
"Kenapa baju bekas impor itu mengganggu kami sebagai UKM ini karena pasar kami ini pasar lokal. Pasar kami biasanya ke Tanah Abang, Cideng, Bandung, Cipulir itu pasar kami, tapi di situ sudah banyak produk impor. Tidak bisa bersaing," ucap dia.