REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Hilirisasi Strategis Kementerian Investasi/BKPM Heldy Satrya Putera mengungkapkan bahwa Indonesia membidik predikat sebagai dua besar negara produsen stainless steel dunia dan lima besar negara produsen baterai EV (kendaraan listrik) dunia melalui hilirisasi nikel. Dalam webinar "Strategi Mencapai Target Investasi 2023 dengan Mendorong Hilirisasi" yang dipantau secara daring, Heldy mengatakan, hilirisasi nikel memang diprioritaskan untuk dua industri, yakni sebagai baja tahan karat (stainless steel), dan industri bahan baku baterai kendaraan listrik.
"Nikel ini prioritasnya adalah bagaimana membuat stainless steel dan baterai (EV). Kami sudah hitung berapa nilai tambah yang dihasilkan, berapa demand global yang ada, kebutuhan investasi, dampak terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, ataupun ekspor yang bisa ditingkatkan," katanya, Rabu (29/3/2023).
Dalam bahan paparan yang disampaikannya, tercatat untuk industri stainless steel, pemerintah membidik nilai tambah hingga 9,5 kali lipat dengan permintaan global pada 2045 mencapai hingga 365 miliar dolar AS. Sementara itu, untuk industri baterai EV, nilai tambah diperkirakan mencapai 67 kali lipat dengan potensi permintaan global mencapai 5,91 triliun dolar AS.
Di sisi lain, hilirisasi nikel untuk kedua sektor tersebut hingga 20240 memiliki potensi nilai investasi mencapai 127,9 miliar dolar AS, berkontribusi hingga 43,2 miliar dolar AS terhadap PDB, menyerap 357 ribu tenaga kerja, dan potensi ekspor hingga 81 miliar dolar AS.
Heldy menjelaskan, nilai tambah yang tinggi dari hilirisasi merupakan salah satu pertimbangan utama pemerintah untuk mendorong hilirisasi nikel.
Pertimbangan lain adalah komoditas nikel sendiri merupakan salah satu komoditas utama unggulan yang dimiliki Indonesia. Bahkan, sebagaimana banyak disebut-sebut, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia yang sejatinya bisa dimanfaatkan di dalam negeri.
Selain itu, permintaan yang sangat menjanjikan di masa depan dinilai menjadi pertimbangan lain untuk terus mendukung hilirisasi komoditas mineral tersebut.
Heldy menjelaskan, hilirisasi nikel yang telah dilakukan telah memberikan dampak signifikan terhadap capaian realisasi investasi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menjabarkan realisasi investasi di industri logam dasar dan barang logam terus meningkat setelah adanya kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel.
Dari sisi ekspor, hilirisasi nikel telah berhasil melesatkan kinerja ekspor nasional dari hanya 3 miliar dolar AS pada 2017 menjadi 29 miliar dolar AS pada 2022 untuk ekspor produk hilir nikel. "Sekarang sudah di atas 30 miliar dolar AS, artinya sudah lebih dari 10 kali lipat peningkatan ekspor kita dari hasil usaha hilirisasi," katanya.