Jumat 24 Mar 2023 15:35 WIB

Tren Thrifting Dinilai akan Diminati Masyarakat

WGSN mencatat beberapa tren perilaku berbelanja konsumen di Asia.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana pasar pakaian bekas impor Cimol, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (23/3/2023). Laporan Asia Shopper Forecast 2023 yang diterbitkan perusahaan analisis WGSN mencatat beberapa tren perilaku berbelanja konsumen di Asia.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Suasana pasar pakaian bekas impor Cimol, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (23/3/2023). Laporan Asia Shopper Forecast 2023 yang diterbitkan perusahaan analisis WGSN mencatat beberapa tren perilaku berbelanja konsumen di Asia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan Asia Shopper Forecast 2023 yang diterbitkan perusahaan analisis WGSN mencatat beberapa tren perilaku berbelanja konsumen di Asia. Perilaku yang muncul antara lain sensory adventurers, yakni mereka yang menginginkan pengalaman tatap muka secara langsung.

Konsultan Senior APAC WGSN Jess Tang mengatakan, setelah menghabiskan lebih banyak waktu di dunia maya, konsumen mendambakan pengalaman sensorik secara langsung. Pengalaman itu dinilai dapat mendorong kreativitas, menyenangkan, dan dapat dirasakan.

Baca Juga

Tren kedua, Phygital Connectors, yaitu mereka yang berbelanja secara online dan dapat beralih ke offline sesuai kebutuhannya. Konsumen ini didorong dari tren belanja selama pandemi, penjual beralih menggunakan platform online guna mempromosikan produknya ke para konsumen yang mungkin baru pertama kali menggunakan platform tersebut. 

Ketiga, Thrifty Indulgers. WGSN menilai thrifting atau berbelanja produk bekas akan semakin diminati masyarakat. Alasannya, karena konsumen dapat membeli berbagai produk dengan anggaran terbatas di tengah ketidakpastian perkembangan ekonomi.

Keempat, Present Hedonists, konsumen ini terdiri atas mereka yang memprioritaskan keinginan menikmati hidup secara penuh di era pascapandemi. "Konsumen ini terdorong situasi yang ditimbulkan Covid-19 serta ketidakpastian politik dan ekonomi global sehingga memunculkan paradigma hidup cuma sekali di kalangan konsumen," kata Jess Tang dalam keterangan resmi, Jumat (24/3/2023).

Kelima, The Conversationalists, kelompok konsumen ini merasa nyaman bila dapat membangun hubungan personal dengan berkomunikasi langsung dengan jenama favorit melalui berbagai platform. Misalnya pesan pribadi di media sosial.

Keenam, Inclusivity Advocates, yakni mereka yang mendukung berbagai gerakan keadilan sosial sehingga memengaruhi preferensi mereka. Ke depannya, pendukung inklusivitas akan berbelanja berdasarkan nilai sosial yang mereka yakini, seperti mendukung produk milik kelompok minoritas dan membantu komunitas yang kurang terwakili.

Ketujuh, Mindful Re-assessors, konsumen ini terutama yang berusia muda di Asia, mendefinisikan ulang arti kehidupan pascapandemi. Mereka dinilai menyadari kehidupan tidak bisa kembali ke normal. Pandemi telah memengaruhi pandangan mereka tentang yang dianggap penting dalam hidup serta mengubah cara mereka hidup dan bekerja.

Dalam menyusun laporan di atas, WGSN bekerja sama dengan lebih dari 440 pakar industri global untuk memetakan influencer, disruptor, dan pembawa perubahan guna memberikan saran yang dapat diterapkan bagi para pelaku industri.

WGSN juga menggunakan kerangka unik STEPIC dalam melihat sentimen konsumen terkini, meliputi memeriksa perubahan dalam masyarakat, teknologi, lingkungan, politik, industri, serta kreativitas dalam mengidentifikasi faktor makro yang mendorong sentimen emosional pada tahun mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement