REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan analisis tren bisnis dunia yakni WGSN menerbitkan laporan tahunan bertajuk Asia Shopper Forecast 2023. Laporan tersebut berisi berbagai preferensi dan profil konsumen Asia, termasuk Indonesia, sehingga dapat menjadi acuan bagi bisnis guna mengambil keputusan strategis pada 2023 dan ke depannya.
Hasil dari laporan itu juga sesuai tren preferensi belanja masyarakat di Indonesia yang saat ini cenderung kembali ke toko fisik. Hal tersebut terlihat dari tingkat kunjungan ke mal yang semakin meningkat hingga 80 persen berdasarkan data dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia APPBI, serta kunjungan ke situs e-commerce yang menurun dan membuat nilai transaksi tidak memenuhi target Bank Indonesia pada 2022.
“Pada 2023, dampak krisis ekonomi global dan ekspektasi konsumen yang terus meningkat akan memaksa bisnis di kawasan Asia Pasifik berinovasi agar dapat mendorong pertumbuhan," ujar Konsultan Senior APAC WGSN Jess Tang dalam keterangan resmi, Jumat (24/3/2023).
Selain itu, kata dia, seiring meningkatnya mobilitas masyarakat seperti sebelum pandemi, konsumen di Asia akan memprioritaskan bepergian dan memilih pengalaman tatap muka secara langsung. Hal itu, lanjutnya, mengharuskan penjual berinovasi dalam menawarkan keunggulan produk kepada konsumen yang lelah dengan interaksi digital. Hanya saja menurut dia, banyaknya kemudahan yang ditawarkan teknologi digital selama pandemi akan terus menjadi alternatif bagi konsumen dalam memilih antara interaksi offline dan online.
"Kita juga akan melihat perilaku konsumen yang semakin cermat dalam menentukan pilihannya di tengah lambatnya pertumbuhan ekonomi global,” jelas Jess Tang. Bersamaan dengan dibukanya kembali perbatasan antarnegara secara bertahap dan mulai longgarnya berbagai regulasi karantina, sambungnya, industri pariwisata di Asia siap bangkit menyambut berbagai turis mancanegara.
Ini pun akan berdampak positif terhadap pertumbuhan toko fisik karena meningkatnya konsumen yang mendambakan pengalaman berbelanja langsung. Meski begitu, teknologi mobile masih merupakan faktor penting guna mempromosikan produk ke konsumen secara luas luas dan cepat.
Hal tersebut sejalan dengan laporan e-Conomy SEA terbaru oleh Google, Temasek, dan Bain dan Company. Laporan itu menyebutkan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara mendekati 200 miliar dolar AS Gross Merchandise Value (GMV) pada 2022 dan diproyeksikan mencapai 330 miliar dolar AS pada 2025.