Sabtu 18 Mar 2023 12:13 WIB

Waspadai Volatile Food, Ekonom: Akan Jadi Penyumbang Inflasi 2023

BI dinilai masih punya ruang untuk memainkan instrumen moneter.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Garut memantau ketersediaan dan kemanan produk pangan asal hewan di Pasar Ciawitali Kabupaten Garut, Jumat (17/3/2023).
Foto: Dok. Dinas Perikanan dan Peterna
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Garut memantau ketersediaan dan kemanan produk pangan asal hewan di Pasar Ciawitali Kabupaten Garut, Jumat (17/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menyebut laju inflasi pada tahun ini mayoritas akan dipengaruhi kelompok barang, seperti bahan makanan. Hal ini dikarenakan permintaan terhadap beragam produk barang mulai mengalami kenaikan.

Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan saat ini masyarakat sudah mulai membeli atau menyetok barang-barang keperluan Ramadan.

Baca Juga

“Saya kira tahun ini pendorong inflasi lebih banyak volatile food, karena jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya kemungkinan dorongan inflasi dari harga-harga yang diatur oleh pemerintah,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Sabtu (18/3/2023).

Rendy menyebut saat ini belum melihat adanya indikasi pemerintah akan melakukan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan harga pada tahun ini, misalnya kebijakan tentang pajak ataupun kebijakan tentang harga BBM. Maka itu, langkah persiapan yang perlu dilakukan oleh stakeholder akan lebih banyak didorong oleh volatile food, sekaligus menjaga rantai pasok ataupun distribusi pangan terutama barang pangan strategis.

“Seperti misalnya pada Ramadhan dan lebaran untuk menjaga agar harga pangan strategis itu bisa berada pada level yang aman,” ucapnya.

Ke depan menurutnya pemerintah bisa melakukan intervensi misalnya dengan melakukan operasi pasar dan pemantauan alur distribusi terutama dilihat dari lingkup level pusat dan daerah.

Selain itu, Bank Indonesia juga masih punya ruang untuk memainkan instrumen moneter. Hal ini untuk menjaga agar inflasi berada pada range target yang ditentukan titik.

“Jika dilihat dari apa yang sudah dilakukan BI sebelumnya, kebijakan suku bunga acuan yang mereka lakukan sifatnya lebih preemptive artinya sudah lebih dahulu mengantisipasi potensi kenaikan inflasi pada periode waktu yang lebih panjang,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement