REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah memanggil 69 pegawainya yang terindikasi memiliki harta tidak wajar dan dikategorikan berisiko tinggi atau high risk. Penentuan itu berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang mereka laporkan.
Kasus mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang terbukti melakukan pelanggaran berat membuat Kemenkeu mendapat sorotan masyarakat. Diharapkan kasus serupa tidak terulang.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebutkan, ada beberapa yang harus dilakukan Kemenkeu agar kasus sama tidak terjadi lagi. Di antaranya, pemerintah perlu memetakan titik rawan korupsi, dari pemeriksaan sampai pengadilan pajak.
"Di bagian mana titik risiko terbesar itu? Apakah pada saat pemeriksaan? Lalu dibuat tindakan pencegahan pada titik rawan risiko korupsi tersebut," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (9/3/2023).
Menurutnya, memang perlu manajemen risiko yang baik oleh DJP. Itu supaya dapat mencegah praktik korupsi terjadi lagi.
Sebelumnya, Kemenkeu memberi sanksi kepada RAT berupa pemecatan dan tidak diberikan uang pensiun. Fajry mengatakan, hukuman itu sesuai dengan aturan yang berlaku bagi pegawai.
Ia melanjutkan, hukuman yang lebih berat bisa diberikan oleh penegak hukum. Hanya saja tidak dimiskinkan seperti sanksi bagi pegawai korupsi di China.
"Tapi balik lagi, apakah ada dasar hukum untuk memiskinkan di Indonesia? Ada yang bilangan secara hukum memungkinkan, tapi biar ahli hukum yang lebih berkompeten, berkomentar soal ini. Kalau saya pribadi, sangat setuju sekali kalau koruptor dimiskinkan," tuturnya.