REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi anggaran prioritas nasional pada tahun 2022 mencapai Rp 439,1 triliun. Nilai ini merupakan 93,47 persen dari alokasi anggaran Rp 469,8 triliun untuk tujuh program prioritas nasional.
"Sebagian besar prioritas nasional menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan rata-rata capaian output dan serapan lebih dari 90 persen," ujar Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Ia memerinci untuk program ketahanan ekonomi realisasi anggarannya yaitu Rp 17,4 triliun atau 94,1 persen dari alokasi Rp 18,5 triliun, dengan jumlah output 1.166 atau 96,3 persen.
Kemudian untuk program pengembangan wilayah, realisasi anggaran tercatat Rp 2,8 triliun atau 87 persen dari alokasi Rp 3,2 triliun, dengan jumlah output 216 atau 96,4 persen.
Untuk program yang mendapatkan alokasi anggaran terbesar, yakni peningkatan sumber daya manusia, realisasi anggarannya mencapai Rp 270,2 triliun atau 96,5 persen dari alokasi Rp 280 triliun, dengan jumlah output 1.546 atau 95,9 persen.
Isa melanjutkan realisasi program revolusi mental dan kebudayaan senilai Rp 5 triliun atau setara dengan 97,8 persen dari pagu Rp 5,1 triliun, dengan capaian output 99,2 persen atau 268.
Program penguatan infrastruktur yang mendapat pagu anggaran Rp 100 triliun telah terealisasi sebesar Rp 88,3 triliun atau 88,3 persen, dengan 482 output atau 90,5 persen.
Realisasi anggaran program lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim mencapai Rp 6,3 triliun atau 88,5 persen dari alokasi Rp 7,1 triliun, dengan jumlah output 218 atau 96,3 persen.
Terakhir untuk Program Polhukhankam dan transformasi pelayanan, serapan anggarannya mencapai 87,8 persen atau Rp 49,1 triliun dari pagu Rp 55,9 triliun, dengan capaian output 99,1 persen atau 422.
Dia menjelaskan masih terdapat 253 rincian output yang capaiannya kurang memuaskan (di bawah 80 persen), antara lain karena masalah pemindahan proyek dan kurangnya sosialisasi.
"Selain itu juga terdapat 576 rincian output yang serapannya kurang maksimal (di bawah 80 persen)," tambahnya.