Jumat 10 Feb 2023 19:21 WIB

Pemerintah Dorong Pengembangan Industri Hilirisasi Nikel

Hilirisasi industri yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat daya saing.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
PT Vale Indonesia memanfaatkan aliran sungai menjadi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Luwu Timur untuk mendukung operasional pertambangan nikel. Kebijakan hilirisasi industri yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ketidakpastian kondisi perekonomian global saat ini.
Foto: Dok Vale
PT Vale Indonesia memanfaatkan aliran sungai menjadi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Luwu Timur untuk mendukung operasional pertambangan nikel. Kebijakan hilirisasi industri yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ketidakpastian kondisi perekonomian global saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan hilirisasi industri yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ketidakpastian kondisi perekonomian global saat ini. Indonesia pun bertekad menjadi pemain kunci global dalam industri hilirisasi berbasis komoditas dengan mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan hilirisasi industri berbasis Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri.

Salah satu komoditas dengan jumlah cadangan besar di Indonesia yakni nikel, data US Geological Survey memperlihatkan, cadangan nikel Indonesia menempati peringkat pertama yakni mencapai 21 juta ton atau setara 22 persen cadangan global. Produksi nikel Indonesia juga menempati peringkat pertama yakni sebesar satu juta ton, melebihi Filipina (370 ribu ton) dan Rusia (250 ribu ton).

Baca Juga

Hilirisasi nikel juga telah terbukti berkontribusi positif dan di sepanjang 2022 telah berkontribusi 2,17 persen terhadap total ekspor nonmigas. Bertempat di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah pada Jumat (10/2/2023), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking Pembangunan Proyek Pertambangan dan Pengolahan Nikel Rendah Karbon Terintegrasi PT Vale Indonesia Tbk dan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI).

Lokasi pertambangan berada di Kecamatan Bungku Timur dan Bahodopi serta lokasi pabrik pengolahan yang berada di Desa Sambalagi, Kecamatan Bungku Pesisir. Alokasi total biaya investasi untuk proyek tersebut mencapai Rp 37,5 triliun dengan kapasitas produksi mencapai 73 ribu ton per tahun.

“Saya berharap ini akan diikuti dengan peletakan batu-batu berikutnya. Insya Allah bisa diselesaikan dalam 2,5 tahun. Saya lihat kemampuan tim dan semangat yang ada, di mana proyek terlihat semuanya rapi dan tertata, saya yakin ini bagian dari manajemen yang baik,” tutur Airlangga.

Smelter nikel yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional tersebut menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan juga didukung sumber listrik yang berasal dari gas alam. Hal itu akan mengurangi emisi karbon dari keseluruhan operasi proyek dengan target hingga 33 persen pada 2030.

“Ini pabrik green smelter pertama yang saya lihat. Berbasis gas LNG, tentu minta dukungan dari Komisi Energi (DPR) bahwa ini adalah green energy, green product, dan green mining. Indikator green economy itu mudah, kita lihat langitnya warna biru atau abu-abu. Kalau langit biru berarti sudah harmoni, hijau, dan baik,” ujarnya.

Proyek ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah secara khusus dan Sulawesi pada umumnya. Keberadaan proyek ini juga membantu menyerap sekitar 12 ribu hingga 15 ribu tenaga kerja saat masa konstruksi dan sekitar 3 ribu tenaga kerja saat operasional.

“Diharapkan ada multiplier effect yang didapatkan masyarakat dari kegiatan ini dan masyarakat bisa terlibat pada ekosistem pengembangan industri yang ada di Morowali. Pertumbuhan yang cepat akan diikuti kesejahteraan masyarakat, karena investasi artinya lapangan kerja," tutur Airlangga. 

Pada kesempatan sama, dilakukan juga groundbreaking Pelabuhan Bahomotefe. Ke depannya, jika sudah beroperasi akan bisa mendukung konektivitas antarwilayah sehingga mampu mengakselerasi rantai logistik bahan tambang yang sudah diberikan nilai tambah hilirisasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement