REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan telah terjadi kelangkaan pasokan minyak goreng kemasan sederhana, Minyakita. Kelangkaan itu disertai adanya praktik tying hingga bundling yang memaksa konsumen Minyakita membeli produk lain.
Kepala Kantor Wilayah V KPPU, Manaek Pasaribu menuturkan, praktik tersebut ditemukan di Balikpapan dan Samarinda. Praktik penjualan minyak goreng dilakukan secara bersyarat.
Penjualan Minyakita dibatasi maksimal dua liter per orang. Tidak hanya itu, setiap pembeli juga diharuskan membeli sabun cuci piring dengan merek tertentu.
"Ini terjadi di berbagai lini, antara produsen dengan distributor besar maupun antara distributor besar dengan pengecer," kata Manaek dalam konferensi pers virtual, Senin (30/1/2023).
Ia menuturkan, pembatasan stok maksimal sebanyak dua liter karena pasokan yang cukup langka. Berdasarkan pemantauan lapangan, suplai Minyakita, khususnya, kurang lancar sejak Desember 2022. Mengacu pada informasi dari para pengecer setempat, pasokan memang sulit diperoleh. Jika ada, cukup terbatas.
Kepala Kantor Wilayah III KPPU, Lina Rosmiati, menambahkan, ditemukan praktik tying Minyakita dengan margarin oleh distributor ke agen Minyakita di wilayah Banten. Namun, baru ditemukan satu kasus.
Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala, mengatakan, pihaknya bakal bertemu Kementerian Perdagangan untuk mengetahui duduk persolan minyak goreng. KPPU juga bakal mengecek posisi produksi hingga distribusi yang berjalan.
Adapun diketahui rata-rata harga sudah di atas Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kg. Sebagai contoh di Jakarta, Minyakita sudah dihargai hingga Rp 17 ribu per liter. Begitu pula di Jawa Barat dan Banten yang dihargai antara Rp 15 ribu per liter hingga Rp 16 ribu per liter.
"Kami akan berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengetahui bagaimana stok dan produksi minyak goreng curah dan kemasan sederhana serta distribusinya. Apakah ada hambatan atau yang perlu diketahui mengenai kelangkaan," kata Mulyawan.