REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sempat langka dan mahalnya minyak goreng 2022 lalu membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada kartel yang jadi dalang masalah ini. Sebab, persoalan ini tak hanya ada di hilir melainkan juga hulu.
"Persoalan minyak goreng ini bukan hanya di hilir melainkan juga hulu, baik menyangkut industri perlebunan sawit dan juga minyak gorengnya sendiri," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Jumat (20/1/2023).
Menurutnya, pemerintah tidak berdaya di hadapan industri sawit (CPO) dalam mengendalikan harga minyak goreng. YLKI juga menilai pemerintah gagap menangani kasus minyak goreng. Seharusnya, dia melanjutkan, pembenahan dilakukan dari hulu mengenai proses produksi maupun distribusi.
Oleh karena itu, YLKI mendesak pemerintah memunculkan dugaan kartel maupun praktik anti monopoli lain di kasus ini. Kemudian, ini bisa diusut oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selaku wasit dalam persaingan bisnis dan dagang. Tulus menambahkan, sebelumnya YLKI telah menggagas petisi dalam jaringan mengenai dugaan kartel minyak goreng dan mendapatkan dukungan sebanyak 16 ribu lebih warganet.
Warganet disebut mendukung agar KPPU melakukan penyelidikan masalah ini. Tulus menambahkan, kini KPPU telah melakukan follow up masalah ini dan sedang melakukan penyelidikan dan melakukan forum dialog konsumen sebagai bentuk penyelesaian secara masif.
"Kemudian, dalam proses persidangan nanti diputuskan siapa yang melakukan tindakan dugaan kartel," katanya.
Tak hanya itu, ia menambahkan kini YLKI aktif memberikan masukan regulasi sektoral di kementerian/lembaga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan bagaimana mereka bisa berupaya untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.