Kamis 19 Jan 2023 18:30 WIB

BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Jadi 2,3 Persen

Suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama para deputi gubernur sebelum melaksanakan konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan, Kamis (19/1/2023).
Foto: Dok. Republika
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama para deputi gubernur sebelum melaksanakan konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan, Kamis (19/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menurunkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,3 persen. Sebelumnya, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 sebesar 2,6 persen.

"Tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat dewan Gubernur (RDG) Bulanan, Kamis (19/1/2022).

Baca Juga

Meskipun begitu, Perry menuturkan, tekanan inflasi global juga masih berada di level tinggi. Hal itu seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat dan Eropa.

Sejalan dengan tekanan inflasi yang melandai, Perry menuturkan, pengetatan kebijakan moneter di negara maju mendekati titik puncaknya. "Ini dengan suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023," ucap Perry.

Dia mengungkapkan, ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda. Hal itu berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang.

"Tekanan pelemahan nilai tukar negara berkembang juga berkurang," ujar Perry.

Pertumbuhan ekonomi global memang semakin melambat dari perkiraan sebelumnya. Perry menyebut, hal tersebut disebabkan fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.

Koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi cukup besar dan disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di AS dan Eropa. "Penghapusan kebijakan nol-Covid di China diperkirakan akan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global," ungkap Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement