Rabu 11 Jan 2023 16:43 WIB

Bulog Teken Impor Kedelai dari AS, Masuk Bertahap Mulai Februari

Perum Bulog merealisasikan importasi kedelai dari Amerika Serikat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Perajin mengemas kedelai di pabrik tempe Muchlar, Bantul, Yogyakarta, Rabu (2/11/2022). Perum Bulog merealisasikan importasi kedelai dari Amerika Serikat setelah sebelumnya turut menjajaki impor dari Afrika Selatan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Perajin mengemas kedelai di pabrik tempe Muchlar, Bantul, Yogyakarta, Rabu (2/11/2022). Perum Bulog merealisasikan importasi kedelai dari Amerika Serikat setelah sebelumnya turut menjajaki impor dari Afrika Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog merealisasikan importasi kedelai dari Amerika Serikat setelah sebelumnya turut menjajaki impor dari Afrika Selatan. Ditargetkan mulai Februari 2022 mendatang, pasokan impor mulai masuk secara bertahap.

"Jadinya dari AS semua, masih on process, diperkirakan masuk (mulai) Februari," kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal kepada Republika, Rabu (11/1/2023).

Baca Juga

Soal kuota, ia menjelaskan, total kuota impor yang diberikan kepada pemerintah sebesar 350 ribu ton. Bulog telah meneken kontrak dan melakukan pembayaran secara bertahap dengan eksportir AS.

Adapun, pasokan impor kedelai oleh Bulog bukan untuk cadangan pangan pemerintah (CPP) yang penggunaannya terbatas. Importasi tersebut merupakan stok komersial yang dapat diperdagangkan secara bebas oleh Bulog. Target pasar kedelai impor dikhususkan bagi para perajin tahu dan tempe yang membutuhkan.

Pihaknya belum menjelaskan lebih detail ihwal harga kedelai yang akan dipasarkan. Namun, saat ini rata-rata harga kedelai impor di Indonesia sudah cukup tinggi.

Panel Harga Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat, rata-rata sudah dihargai Rp 14.910 per kg per Rabu (11/1/2023). Kenaikan harga kedelai sudah terjadi sejak akhir tahun lalu.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya menyampaikan kenaikan harga kedelai impor yang masih dirasakan oleh perajin tahu dan tempe bukan akibat adanya peningkatan harga dari negara eksportir. Namun, akibat nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS.

"Harga (kedelai dunia) tidak naik sebetulnya, tapi rupiah kita yang nilainya turun, jadi kalau dikonversi ya sama saja (tetap naik)," kata Zulkifli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement