REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta presiden yang akan menggantikannya nanti agar tak ciut nyali dan berani mempertahankan kepentingan bangsa dan negara. Hal ini disampaikannya terkait masalah gugatan Uni Eropa terhadap larangan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Karena saya ingin presiden ke depan juga berani melanjutkannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan bangsa, demi kepentingan negara,” ujar Jokowi dalam sambutannya di HUT PDI Perjuangan, di Jakarta, Selasa (10/1).
Jokowi mengatakan, larangan ekspor nikel ini memberikan lompatan besar bagi nilai tambah yang diterima negara, yakni dari Rp 17 triliun menjadi Rp 360 triliun. Jika sudah menjadi ekosistem baterai dan mobil listrik, Jokowi pun meyakini bisa memberikan nilai tambah hingga ratusan kali lipat.
Namun, yang menjadi persoalan saat ini yakni adanya gugatan dari Uni Eropa terhadap larangan nikel tersebut. Hasilnya, Indonesia pun diputuskan kalah di WTO.
“Tapi saya sampaikan ke Menteri Luar Negeri jangan mundur. Karena inilah yang akan jadi lompatan besar peradaban negara kita, saya yakin itu terus kita banding. Kalau banding kalah, saya tidak tau ada upaya apa lagi yang bisa kita lakukan,” ujar Jokowi.
Jokowi menilai, jika Indonesia hanya melakukan ekspor bahan mentah mineral, maka selamanya Indonesia akan menjadi negara yang berkembang. Karena itu, meskipun Indonesia terus ditakut-takuti soal larangan ekspor bahan mentah ini, pemerintah tidak akan gentar. Pemerintah, kata dia, justru akan terus melanjutkan larangan ekspor untuk bahan mentah bauksit pada Juni 2023 mendatang.
Larangan ekspor bauksit ini diperkirakan akan memberikan nilai tambah kepada negara dari sekitar Rp 20 triliun menjadi sekitar Rp 60-70 triliun.
“Oleh sebab itu, walaupun kita ditakut-takuti soal Freeport tetap kita terus, walau kita ditakut-takuti soal nikel kalah di WTO kita tetap terus, justru kita setop bauksit pertengahan tahun mungkin tambah lagi setop tembaga,” ujarnya.
Jokowi menegaskan agar pemerintah tidak mundur terhadap ancaman yang dilontarkan negara-negara lain. Sebab, kekayaan alam Indonesia harus dinikmati untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri. Karena itu, saat menghadiri KTT ASEAN-Uni Eropa, Jokowi pun meminta Uni Eropa agar kemitraan yang terjalin harus setara dan tidak boleh ada pemaksaan.
“Tidak boleh ada negara mendikte dan tidak boleh negara-negara maju merasa standar mereka lebih bagus dari negara kita,” tambah Jokowi.