REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, alih fungsi lahan pertanian mencapai kisaran 90 ribu hingga 100 ribu hektare per tahun. Konversi lahan pertanian itu menjadi salah satu ancaman terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Konversi lahan sangat mengkhawatirkan. Ini kalau tidak diatasi akan menurunkan produksi," kata Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Kementan, Husnain, dalam konferensi pers virtual, Jumat (30/12/2022).
Ia tak menampik, salah satu konversi lahan sawah digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Namun, hal itu merupakan program nasional sehingga lahan sawah harus dikompensasi ke daerah lain.
Kementan pun berupaya membangun lahan baru, salah satunya melalui pembukaan food estate atau lumbung pangan baru di Kalimantan Tengah dan Sumba Tengah. Namun, diakui membangun lumbung pangan baru membutuhkan waktu untuk bisa memberikan hasil optimal.
Di sisi lain, ia mengungkapkan, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN tengah mempersiapkan lahan sawah utama. Saat ini, pemerintah baru menetapkan luas lahan baku sawah seluas 7,46 juta hektare.
"Lahan sawah utama ini nantinya akan berbeda penanganannya, tentu saja itu tidak boleh dikonversi," katanya menambahkan.
Selain itu, Kementan juga terus berupaya melakukan intensifikasi lahan dengan meningkatkan produktivitas padi lewat bibit unggul. Intensifikasi itu terutama dapat dilakukan di Jawa karena lahan yang sangat subur untuk berbagai komoditas pangan.
Adapun langkah terakhir dengan berupaya menurunkan konsumsi beras per kapita. "Ada perhitungan kalau rakyat Indonesia bisa mengurangi konsumsi beras per kapita, itu akan mengefisienkan kebutuhan beras," ujarnya.