Kamis 29 Dec 2022 23:12 WIB

Ary Ginanjar: 56 Persen Warga Dunia Anggap Kapitalisme Bawa Dampak Negatif

Ary Ginanjar meminta pelaku bisnis jalankan usaha secara bertanggung jawab

CEO ESQ Group dan Founder ESQ Business School Ary Ginanjar Agustian
Foto: istimewa
CEO ESQ Group dan Founder ESQ Business School Ary Ginanjar Agustian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Motivator Ary Ginanjar Agustian meminnta pelaku bisnis khususnya bergerak di sektor sumber daya alam diminta menjalankan bisnisnya secara bertanggungjawab. Selain itu pelaku bisnis diminta tak hanya memikirkan pengeksploitasian alam secara berlebih demi kepentingan ekonomi semata.

“Sejak pertama kali dicetuskan, kapitalisme berhasil mengelevasi kehidupan manusia ke taraf yang tidak pernah dicapai sebelumnya. Tetapi, publik kini memandang kapitalisme sebagai suatu praktik yang memiliki lebih banyak dampak negatif dibanding dampak positif,” ungkap Ary Ginanjar Agustian, Rabu (28/12).

Ary mengungkapkan, David Korten dalam bukunya When Corporations Rule the World (2015) mengungkapkan, perusahaan seringkali dibutakan oleh keinginannya untuk meraih keuntungan finansial jangka pendek. Dampaknya, kata CEO ESQ Group dan Founder ESQ Business School, terjadi penurunan kepercayaan pada para para kapitalis atau dunia korporasi. 

Edelman Trust Barometer 2020, sambung Ary, pernah melakukan survei terhadap lebih dari 34.000 orang di 28 negara di dunia, salah satunya Indonesia. “Perusahaan public relation dan pemasaran terbesar di dunia, melaporkan bahwa 56 persen orang menganggap bahwa kapitalisme memiliki lebih banyak dampak negatif dibanding dampak positif. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap para CEO hanya sebesar 51 persen,”ujarnya.

Lebih lanjut Ary mengungkapkan, daftar panjang penurunan kualitas kehidupan terus terjadi, di antaranya beberapa spesies hewan telah punah, contohnya jumlah mamalia besar yang punah sebesar 95 persen. Luas hutan pun kian  berkurang hingga 90 persen lenyap. Belum lagi, sambung Ary,  meningkatnya berbagai jenis penyakit sebagaimana Covid-19, berikut berbagai variannya yang masih terus bermunculan, serta timbulnya berbagai jenis polusi. 

“Fakta di atas baru dari sisi fisik lingkungan, lalu bagaimana dari sisi sosial? hasilnya sungguh sangat mencengangkan  kepercayaan pada lembaga pernikahan yang mengakibatkan tingginya perceraian, tingginya kriminalitas, pengguna narkoba, dan kekerasan; serta meningkatnya jumlah penderita depresi atau mental illness pada kalangan remaja, dan masih banyak lagi permasalahan sosial,”sebutnya.

Lalu seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan bumi ini, menurut Ary, tentunya semua akan mengatakan "kita semua". Namun sadarkah sesungguhnya dunia bisnislah  yang menentukan perputaran ekonomi dunia, yang memiliki andil sangat besar dalam menentukan wajah dunia. 

“Begitu pula dampak yang dihasilkan dari bisnis yang mereka lakukan,”katanya.

Menanggapi berbagai pandangan negatif terhadap kapitalisme yang menimbulkan berbagai permasalahan, Raj Sisodia beberapa tahun lalu, sebut Ary, telah menawarkan konsep Concious Capitalism dalam bukunya Firm of Endearment: How World Class Companies Profit from Passion and Purpose. 

Konsep ini, lanjut Ary,  mengacu pada filosofi ekonomi dan politik yang bertanggung jawab secara sosial. Premis di balik Concious Capitalism adalah bahwa bisnis harus beroperasi secara etis sambil mengejar keuntungan. 

“Ada empat komponen dari Concious Capitalism tersebut, yaitu, Stakeholder Integration, yaitu integrasi para stakeholder, kemudian, Concious Leadership, yaitu Leadership yang berbasis hari nurani, selanjutnya Concious Management, yaitu manajemen yang berbasis hati nurani, dan terakhir Concious Culture, dan budaya yang berbasis hati nurani,” ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement