Jumat 26 Sep 2025 18:08 WIB

Di Muhammadiyah, Eks Menkeu Sebut Pertumbuhan Ekonomi Stagnan dan Ingatkan Pasal 33

UUD 1945 tidak dipraktikan secara baik saat ini.

JAKARTA -- Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) RI dan ekonom senior, Fuad Bawazier dalam acara Soft Launching
Foto: Republika/ Muhyiddin
JAKARTA -- Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) RI dan ekonom senior, Fuad Bawazier dalam acara Soft Launching "Forum Bisnis Executive TV Muhammadiyah" yang digelar di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Menterian Keuangan (Menkeu) RI dan ekonom senior, Fuad Bawazier menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu dekade terakhir berjalan stagnan dan tidak banyak dipengaruhi kebijakan pemerintah.

Hal itu dia sampaikan dalam acara "Forum Bisnis Executive TV Muhammadiyah" yang digelar di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

Baca Juga

Menurut Fuad, target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen pada tahun ini masih berada di level yang sama seperti sebelumnya.

Ia bahkan menyinggung adanya “joke lama” bahwa meski tanpa pemerintah, ekonomi Indonesia bisa tumbuh sekitar lima persen.

“Selama pemerintahan 10 tahun ini terus terang saja, ya segitu-segitu aja. Kayaknya kontribusi pemerintah itu kok kurang, hampir tidak ada,” ujar Fuad.

Fuad menyoroti sejumlah indikator utama yang menurutnya tak menunjukkan hasil optimal, antara lain pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran lima persen, rasio pajak (tax ratio) yang terus menurun, utang yang meningkat, hingga angka kemiskinan yang tidak berkurang signifikan.

“Selama 10 tahun, dari era SBY sampai Pak Jokowi, kemiskinan hampir tidak turun. Cuma sekitar 2,6 persen. Itu artinya tidak ada capaian berarti,” ucapnya.

Untuk memperbaiki arah pembangunan, Fuad menekankan pentingnya pemerintah menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Pasal ini mengatur penguasaan cabang produksi yang penting bagi negara serta pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dia menyinggung bagaimana pada era Bung Karno hingga awal Orde Baru, pasal tersebut menjadi pijakan utama kebijakan, misalnya lewat Undang-Undang No 44 Tahun 1960 tentang Migas dan UU No 8 Tahun 1971 tentang Pertambangan.

Sayangnya, menurutnya, sekarang undang-undang dasar itu tidak dilaksanakan dengan baik. Padahal kekayaan alam Indonesia luar biasa, ada minyak, gas, emas, nikel, tembaga, dan lain-lain.

"Ini kan karena tidak dilaksanakan menurut saya itu, kita punya undang-undang dasar itu enggak dilaksanakan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement