REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu untuk melakukan impor beras demi memastikan ketersediaan stok yang mencukupi dan menjaga keterjangkauan masyarakat kepada komoditas beras.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menyebut, ketersediaan stok yang mencukupi akan membantu menjaga kestabilan harga beras. Kemudian harga beras yang stabil diharapkan dapat tetap terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Impor perlu dipertimbangkan apabila dihadapkan oleh tiga kondisi. Pertama ketersediaan cadangan beras tidak mencukupi hingga waktu panen tiba.
Kedua, harga beras mengalami peningkatan, baik di pasar tradisional maupun di supermarket. Ketiga, harga beras nasional lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar internasional.
Menjelang akhir tahun, ada kecenderungan kenaikan harga beras yang berulang setiap tahunnya karena adanya peningkatan permintaan jelang Natal dan Tahun Baru. Lalu, tidak lama lagi juga Indonesia akan masuk ke Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
“Sementara sebagaimana yang kita lihat, krisis iklim sudah berdampak pada sektor pertanian dengan berkurangnya produksi, yang sangat mungkin terjadi akibat tertundanya musim panen dan musim tanam,” katanya dalam keterangan tertulis, diterima Republika.co.id, Selasa (29/11/2022).
Cadangan beras di tingkat nasional pada pekan keempat september 2022 mencapai 6,8 juta ton. Ia menuturkan, stok tersebut iperkirakan hanya mampu bertahan selama 81 hari, dengan asumsi pemakaian stok beras per harinya mencapai 84.330,07 ton.
Sementara, musim panen baru akan terjadi pada Februari sehingga masih ada permintaan beras selama sebulan yang harus dipenuhi.
Adapun kenaikan harga beras di dalam negeri relatif rendah secara bulanan belakangan ini. Data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks Bu RT) CIPS menunjukkan, rata-rata harga beras supermarket di Jakarta tidak berubah dari Juli hingga Oktober 2022 di Rp 12.800 per kg.
Namun jika dibandingkan dengan Oktober 2021, harganya masih lebih tinggi 2,22 persen. Di pasar tradisional, data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi kenaikan secara bulanan pada harga beras yang terjadi sejak bulan Juli. Sejak juli 2022, harga beras di pasar tradisional mengalami kenaikan sebesar 3,46 persen.
Dibandingkan bulan September, harga beras di pasar tradisional naik dari Rp 11.750 per kg pada September menjadi Rp 11.950 per kg pada Oktober. Selain itu, harga beras bulan Oktober merupakan yang tertinggi dalam setahun terakhir.
"Mayoritas keluarga berpenghasilan rendah di Indonesia membeli kebutuhan pokoknya di pasar tradisional. Tentu saja kenaikan harga di pasar tradisional ini berdampak terhadap mereka, karena mayoritas keluarga berpenghasilan rendah menghabiskan sebagian penghasilannya untuk konsumsi pangan," ujarnya.
Hasran menambahkan, jika dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN seperti Filipina dan Thailand, harga beras di Indonesia juga masih cenderung mahal.
Proses produksi yang belum efisien bisa menjadi perhatian untuk diatasi supaya proses produksi beras menjadi lebih efisien, harganya terjangkau dan kualitasnya berdaya saing.
"Melihat berbagai faktor tadi, tidak ada salahnya jika pemerintah mempertimbangkan opsi impor beras dengan tujuan untuk menjaga kestabilan harga di dalam negeri yang masih cenderung tinggi. Impor ini juga perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan hingga akhir tahun dan sebelum musim panen tiba," ujar dia.
Adapun terkait para petani, CIPS mendorong upaya peningkatan produktivitas pangan dan peningkatan kapasitas petani untuk terus dilakukan. Keduanya diperlukan dan dapat dilakukan lewat adopsi teknologi pertanian, modernisasi dan juga investasi.