Jumat 11 Nov 2022 00:31 WIB

Menteri Bahlil Nyatakan, Presidensi G20 Jadi Momentum Tarik Investor

Di forum G20 Indonesia akan fokus mendorong transformasi ekonomi lewat hilirisasi.

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Petugas berada di dekat rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Rabu (9/11/2022). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan KCJB akan menjalani uji dinamis (dynamic test) di sela penyelenggaraan Presidensi G20 pada 16 November mendatang. Proyek ini diperkirakan akan segera rampung dan beroperasi pada pertengahan 2023. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas berada di dekat rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Rabu (9/11/2022). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan KCJB akan menjalani uji dinamis (dynamic test) di sela penyelenggaraan Presidensi G20 pada 16 November mendatang. Proyek ini diperkirakan akan segera rampung dan beroperasi pada pertengahan 2023. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Presidensi G20 Indonesia menjadi momentum penting. Melalui kegiatan itu, negeri ini bisa menarik kepercayaan investor agar menanamkan investasinya. 

"Momentum G20 kami akan jadikan sebagai momentum strategis terukur dan betul-betul kita harus manfaatkan peluang ini dalam rangka meyakinkan investor. Baik dari dalam maupun luar negeri agar tetap percaya kepada Indonesia dalam menanamkan modalnya di negara kita," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/11).

Baca Juga

Setiap tahun, kata dia, Penanaman Modal Asing (PMA) terus meningkat, begitu pula dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Keberhasilan itu menurutnya, berkat dukungan Presiden Joko Widodo.

"Presiden Jokowi menurut saya memimpin negara kita dalam posisi yang on the track dalam konteks mengendalikan pandemi, pemulihan ekonomi. Sekaligus mampu melakukan cara di luar kelaziman untuk membangun ekosistem dan stabilitas ekonomi khususnya terkait hilirisasi," jelasnya.

Dalam forum G20, pemerintah Indonesia akan fokus mendorong transformasi ekonomi lewat hilirisasi. Baginya hilirisasi tidak hanya terkait nikel, namun Bahlil menilai, itu menjadi pelajaran besar bagi Indonesia supaya bisa meningkatkan nilai tambah ekspor nasional mengingat hilirisasi nikel telah meningkatkan ekspor nasional dari hanya 3,3 miliar dolar AS pada 2017 menjadi 20,9 miliar dolar AS pada 2021.

Kementerian Investasi memperkirakan, pada 2022 ekspor itu naik mencapai 30 miliar dolar AS. Ia pun menyebutkan, ada empat poin yang telah disepakati di tingkat menteri di kelompok kerja perdagangan, investasi dan industri, khususnya sektor investasi, akan masuk dalam pembahasan di tingkat kepala negara nanti.

Keempat poin itu yakni hilirisasi dan penciptaan nilai tambah. Lalu kolaborasi dengan pengusaha daerah dan UMKM, serta pemerataan investasi sampai Bali Compendium.

Pada kesempatan tersebut, Bahlil turut memastikan target realisasi investasi sebesar Rp 1.200 triliun dapat tercapai akhir tahun ini. "Alhamdulillahbsudah mencapai Rpb892,4 triliun atau 74,4 persen (dari target). Ini angka yang insya Allah saya janjikan akan tercapai di akhir tahun sebesar Rp1.200 triliun," tegasnya.

Menurut Bahlil, realisasi investasi yang tumbuh positif, khususnya pada kuartal III 2022 itu juga turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional di periode yang sama hingga mencapai 5,72 persen. Terlebih realisasi investasi saat ini sudah semakin berimbang tidak hanya di Jawa saja tetapi juga di luar Jawa.

Mengenai target investasi pada 2023 yang meningkat menjadi Rp1.400 triliun, Bahlil mengakui beratnya target tersebut terlebih di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Ia menyebut jika dibandingkan dengan era pandemi yang bisa dilalui dengan susah payah, tantangan pada 2023 akan jauh lebih berat.

Alasannya, pada 2023 bukan hanya persoalan pandemi, tapi juga persoalan kondisi ekonomi global. Dirinya mengaku baru akan bisa menentukan strategi pascaperhelatan KTT G20, tepatnya setelah melakukan pertemuan dan komunikasi dengan investor global dan sejumlah kolega pemerintahan negara lainnya.

Itu karena, beberapa negara G20 menguasai 80 persen ekonomi dunia, memegang 75 ekspor dunia serta memiliki 60 persen populasi dunia. "Kami sudah ada beberapa langkah antisipatif, khususnya terkait apa yang akan dilakukan di 2023," tutur dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement